SAMPIT- Wabah korona yang kini melanda dunia membuat semua aktivitas perekonomian nyaris lumpuh. Tak terkecuali bagi petani rotan di Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Imbas larangan ekspor membuat para petani kini hanya bisa mengeluh.
”Tidak tahu ini sampai kapan, sementara ini kami hanya bisa belanja keperluan rumah tangga dari uang simpanan, padahal semakin menipis,” kata Ica, petani rotan di Desa Telaga Baru, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang. Ica biasanya menjual hasil hutan ini ke perusahaan. Larangan ekspor yang terjadi saat ini membuat perusahaan belum bisa membeli rotan milik petani.
Selain memanen hasil hutan sendiri, Ica juga mengepul dari petani-petani lainnya. Apabila perusahaan tidak berani membeli rotan maka akan berimbas kepada petani yang lainnya. ”Pokoknya perusahaan macet kami ikut macet. Kecuali perusahaan bisa membayar, baru saya bayar mereka (pekerja),” ungkapnya.
Tentunya kondisi ini juga berimbas terhadap harga rotan. Harga rotan basah kini Rp 220 ribu per kuintal. Harga rotan kering Rp 800 ribu per kuintal. Harga tersebut jauh dari harga normal rotan. Saat normal, harga rotan basah Rp 350 ribu per kuintal, sedangkan rotan kering Rp 1,2 juta per kuintal.
Menyikapi ini sejumlah petani mengakali dengan mengumpulkan umbut rotan (rotan muda) untuk disayur. Bila beruntung, ada warga yang bersedia membeli umbut rotan seharga Rp 300 per batang.
”Itu kalau ada yang mau beli, kalau tidak ya dimasak sendiri untuk sayur,” kata Iti, pemanen rotan. Petani berharap wabah korona ini cepat berlalu. Perekonomian pun kembali pulih seperti sedia kala. Sehingga harga rotan bisa kian membaik. Bila tidak, mereka terancam tidak punya penghasilan. (oes/yit)