Nelayan di Kabupaten Seruyan menghadapi dilema besar. Sumber penghidupan mereka di laut tersisih invasi nelayan luar yang menggunakan kapal penangkap ikan. Mereka berharap ada solusi agar tetap bisa menghidupi keluarga.
ALDI SETIAWAN, Kuala Pembuang
Kabupaten Seruyan menyimpan segudang kekayaan hasil laut. Hal itu merupakan keuntungan daerah yang sebelah selatannya berbatasan langsung dengan Laut Jawa ini. Sebagian besar wilayah, khususnya Kota Kuala Pembuang yang merupakan pesisir, membuat sebagian besar masyarakat setempat berprofesi sebagai nelayan.
Meskipun menawarkan hasil perikanan yang potensial, banyak kendala yang dihadapi nelayan lokal, sehingga pemanfaatan hasil perikanan kurang maksimal.
Normadi, penampung hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Perikanan Kuala Pembuang di Desa Sungai Undang, Kecamatan Seruyan Hilir, mengungkapkan, saat ini pendapatan nelayan jauh menurun.
Menurutnya, hal itu disebabkan beberapa faktor. Pertama, pengaruh ”invasi” kapal cumi atau penangkap ikan dari luar daerah. ”Selama kapal cumi dari luar daerah itu masih ada, hasil tangkapan nelayan lokal sangat jauh berkurang,” katanya.
Normadi menjelaskan, di kalangan nelayan, waktu melaut efektif berada pada masa bulan gelap. Pada waktu itulah berbagai jenis ikan, udang, dan biota laut lainnya menepi ke pantai.
Namun, sejak adanya kapal cumi yang dilengkapi penerangan masuk, biota laut tersebut tidak lagi menepi ke pinggir pantai. Selain itu, kapal lainnya, seperti kapal kerang dan pukat harimau juga masih beroperasi.
”Di wilayah laut Seruyan ini banyak sekali nelayan dari luar. Untuk wilayah Banjarmasin, Kumai, maupun Sampit, mereka tidak berani masuk, karena bisa dapat tuntutan atau bahkan sampai ganti rugi," ujarnya.
Menurutnya, kedatangan para nelayan luar daerah sudah terjadi sejak enam sampai tujuh tahun yang lalu. Sejak itulah hasil tangkapan nelayan lokal jauh berkurang. Bahkan, tidak jarang kapal nelayan yang berangkat ke laut, pulang tanpa membawa hasil.
Dia menuturkan, penangkapan ikan menggunakan pukat harimau sebenarnya dilarang. Namun, mereka tak berani mengusir karena mereka biasanya menggunakan kapal besar.
”Mungkin saja ada oknum yang melindungi mereka. Kami tidak berani mengusir karena mereka kapalnya besar-besar sedangkan kami kapal kecil semua. Takut juga kalau nanti kami ditabrak. Kasihan nanti," ujarnya.
Selama ini, lanjutnya, para nelayan lokal hanya bisa diam. Akan tetapi, bukan berarti mereka menerima begitu saja keadaan tersebut. ”Kami selama ini kami memang hanya memilih diam dan tidak ingin memancing keributan, tapi kalau memang keadaan semakin tidak memungkinkan, bisa saja nelayan lokal berontak," tegasnya.
Oleh karena itu, dia berharap kapal luar daerah yang datang agar mengerti kondisi para nelayan lokal. Di samping itu, kapal dari luar daerah tidak pernah menjual hasil tangkapan mereka di Seruyan, karena langsung membawa hasil tangkapan ke Jakarta maupun Jawa.
”Mereka tidak pernah bongkar di sini. Bahkan, tak ada pendapatan asli daerah (PAD) yang masuk. Kalau pemerintah daerah melalui pihak terkait lainnya betul-betul bisa memperhatikan masalah ini, saya rasa bisa (ada pemasukan daerah)," imbuhnya.
Selain masalah tersebut, wabah Covid-19 juga menambah penderitaan nelayan. Harga jual seluruh jenis ikan menurun hampir 50 persen. Misalnya, harga ikan kering seperti sembilang yang saat ini dijual Rp 18 ribu per kg. Padahal, biasanya bisa mencapai Rp 30 ribu per kg.
”Hasil tangkapan menurun ditambah harga jual yang saat ini juga merosot jauh, semakin mempersulit nelayan. Kalau untuk ikan tenggiri, biasanya mencari satu sampai dengan dua ton mudah saja, sekarang mencari satu kuintal saja susahnya setengah mati," keluhnya.
Bahkan, lanjutnya, di masa sekarang, mencari ikan sembilang saja sangat sulit, yang mana biasanya dalam sekali melaut bisa dapat satu sampai dua kuintal. Sedangkan sekarang paling banyak hanya bisa dapat dua baskom.
”Harga jual ikan semakin merosot, ditambah hasil tangkapan tidak maksimal, itu sama sekali tidak seimbang. Tapi, kalau nelayan tidak pergi melaut, mau kerja apa? Makanya ini semakin memprihatinkan," tuturnya.
Sementara itu, Ahmad Wahyudi, Petugas Operasional Pelabuhan Perikanan Kuala Pembuang mengatakan, aktivitas perikanan sejauh ini masih normal.
”Selama masih ada penampung yang membeli ikan, nelayan akan tetap pergi melaut untuk menangkap, meskipun memang harga mengalami penurunan signifikan," katanya.
Terkait masuknya kapal dari luar daerah, petugas dari bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Provinsi Kalimantan Tengah beberapa waktu menindak satu kapal.
”Kalau untuk hasil tangkapan ikan itu memang tergantung alam yang tidak bisa kita tebak. Kemungkinan untuk bulan ini air pasang dan kondisi ombaknya besar," tandasnya. (***/ign)