MUARA TEWEH – Akhirnya manajemen PT Indexim Utara Corporation (IUC) angkat bicara, terkait masalah Hutan Gunung Peyuyan yang disakralkan. Hutan sakral atau wilayah yang disucikan bagi umat Hindu Kaharingan.
Masalah mencuat setelah Majelis Kelompok Agama Hindu Kaharingan Desa Muara Mea, melalui ketuanya Ragen mengirim surat tertanggal 24 Juni 2020 kepada pimpinan PT IUC. Isi suat meminta pemberhentian aktivitas perusahaan di zona Hutan Sakral Peyuyan.
Wakil General Manager PT IUC Supriono didampingi Manajer Camp Awiandie Tanseng menyampaikan, pihaknya tidak ada niat untuk menggarap ataupun menghancurkan wilayah yang dianggap sakral bagi umat Hindu Kharingan.
Pihaknya menyangka wilayah kerja perusahaan sudah clear and clean, karena sebelumnya pada tanggal 17 Maret 2020 telah diadakan kegiatan selamatan blok tebangan, sebagai wujud menghargai dan menghormati adat istiadat setempat.
Ritual tersebut dipimpin langsung oleh Demang Kepala Adat Kecamatan Gunung Purei Sahyuni, dihadiri Ketua Adat Panih, Ketua BPD Darmansyah serta beberapa tokoh warga Desa Muara Mea lainnya.
Kemudian, lanjut dia, pada Selasa 21 April 2020 bertempat di Kantor Desa Muara Mea, yang dihadiri oleh Kepala Desa Muara Mea beserta perangkat desa, BPD dan tokoh masyarakat desa setempat, juga tidak ada sanggahan ataupun larangan dari pihak desa, mengenai areal rencana kerja tahunan (RKT) pada sosialisasi program PMDH/Kelola Sosial IUPHHK PT Indexim Utama pada SK RKT PT Indexim Utama tahun 2020 dengan target produksi, blok tebangan RKT tahun 2020 serta sosialisasi pembukaan wilayah hutan dengan pembuatan jalan menuju blok RKT tahun 2020.
“Kami mohon maaf kepada saudara - saudara umat Hindu Kharingan, seandainya areal kerja perusahaan masuk areal Hutan Gunung Peyuyan,” kata Supriono ketika diminta konfirmasi di Muara Teweh, Selasa (28/7).
Ia berharap, persoalan ini dapat diselesaikan melalui jalur musyawarah dan mufakat, dengan difasilitasi pemerintah, dalam hal ini Tripika Gunung Purei dan Pemdes Muara Mea. “Ada tim yang dibentuk untuk menyelesaikan masalah ini. Harapannya persoalan ini dapat diselesaikan melalui jalur musyawarah dan mufakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Kades Muara Mea Jaya Pura menyampaikan, tuntutan lembaga adat ke pihak PT IUC diantaranya, yaitu melaksanakan ritual untuk roh - roh yang telah meninggal dunia, dan ritual keselamatan untuk yang masih hidup. kemudian melakukan pembayaran terhadap denda - denda adat.
Pemerintah desa juga meminta perusahaan mengeluarkan kawasan hutan sakral tersebut dari RKT, serta meminta kepada perusahaan mereboisasi kembali hutan yang telah rusak, serta tidak mengambil kayu - kayu yang ada di hutan yang disakralkan masyarakat umat Hindu Kharingan. (viv/dc)