PANGKALAN BUN- Setelah berdiri selama 23 tahun, Universitas Antakusuma (Untama) Pangkalan Bun, di Jalan Iskandar, Kelurahan Madurejo, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat digugat secara perdata oleh Aily Chandra. Gugatan tersebut berdasarkan sertifikat hak milik dengan nomor 354 tahun 1985 yang dipegangnya.
Sidang perdana gugatan perdata terhadap objek sengketa dengan agenda sidang Pemeriksaan Setempat (PS) dengan objek sengketa tanah Kampus Untama tersebut, digelar Jumat (28/8).
Sidang pemeriksaan setempat dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Bun Heru Karyono, dengan hakim anggota 1 Iqbal Albana dan Hakim anggota 2 Mantiko SM.
Sementara untuk pihak penggugat diwakilkan kepada kuasa hukumnya yang diketuai langsung oleh advokat Wanto A Salan K. SH.MH, anggota Winda Ayu Permatasari.SH.MH, dan Muhammad Hasani.SH.
Kemudian dipihak tergugat, diwakilkan kepada penasehat hukumnya Sukarlan Fachrie Doemas, SH.
Diinformasikan, dalam kasus gugatan perdata tanah di Kampus Untama tersebut ada tujuh orang tergugat, yaitu tergugat I Ketua Yayasan Kotawaringin, tergugat II rektor Universitas Antakusuma, tergugat III Pemerintah Daerah Kotawaringin Barat, tergugat IV Tim Sembilan yang diketuai Badan Pertanahan Nasional, tergugat V Kelurahan Madurejo, tergugat VI Camat Arut Selatan, tergugat VII Badan Pertanahan Nasional Kotawaringin Barat.
Hakim Anggota 1, Iqbal Albana menjelaskan pemeriksaan setempat yang digelar tersebut bertujuan guna mengetahui dengan jelas dan pasti tentang objek sengketa dari luas, letak, batas serta kualitas objek sengketa.
"Dan selanjutnya dua Minggu dari sekarang akan disampaikan kesimpulannya," ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum penggugat Muhammad Hasani mengatakan bahwa penggugat memiliki Sertifikat Hal Milik (SHM) yang letak tanahnya berada di dalam objek bangunan Universitas Antakusuma. Dengan begitu maka status tanah yang dibangun oleh Universitas Antakusuma adalah hak milik penggugat.
Ia juga menegaskan, hingga saat ini klien mereka belum pernah menerima ganti rugi dan pihak Universitas Antakusuma atau pemerintah daerah atas penggunaan tanah tersebut.
Ditambahkan oleh Wanto A Salan K, setelah dilaksanakan sidang pemeriksaan setempat, diketahui ada perbedaan ukur antara SHM dengan sertifikat hak pakai.
"Ada perbedaan ukuran luas lahan antara SHM klien kami dengan Sertifikat Hak Pakai yang dikeluarkan oleh BPN, sehingga menimbulkan kecurigaan proses penerbitan sertifikat hak pakai tersebut," ungkap Salan, usai sidang PA di halaman Universitas Antakusuma Pangkalan Bun.
Ditempat yang sama, kuasa hukum tergugat Sukarlan Fachrur Doemas menyatakan, sejatinya objek sengketa tanah di Kampus Untama tersebut telah dibebaskan dan telah dilakukan ganti rugi.
"Yang menjual tanah ini adalah orang tua dari penggugat dan ganti ruginya juga yang menerima orang tuanya, dan bukan anaknya, riilnya tanah ini sudah dibebaskan dan telah diganti rugi," tegasnya.
Sukarlan juga mengakui, ada kelalaian sehingga sertifikat hak milik berada di tangan penggugat, karena pada saat pembebasan sertifikat masih tergadai di Bank. Dan harusnya setelah dibayar sertifikat tersebut ditarik namun hal itu tidak dilakukan.
Namun demikian, ia juga merasa heran, mengapa tidak dilakukan gugatan sejak awal mengingat sudah 23 tahun.
"Kenapa tidak dari awal menggugat, sudah 23 tahun baru digugat dan seolah - olah itu tanah mereka," tandas Sukarlan. (tyo/gus)