SAMPIT – Selama hampir setahun petugas angkut sampah yang bekerja di Kota Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tak menerima jatah uang makan dari Pemkab Kotim. Hal itu membuat para petugas angkut sampah mengeluh.
“Sudah setahun ini jatah uang makan kami tidak dibayarkan. Bekerja tidak ada liburnya. Hari Natal kami tetap bekerja, hari lebaran kami juga bekerja. Tak kenal arti libur. Begini balasan pemerintah kepada kami,” ungkap Nadi saat sedang bekerja mengangkut sampah di Depo Sampah Mini Sehat Harga Mati (Sehati) 01 di Jalan Tidar, Jumat (25/12).
Pria 30 tahun itu mengaku sempat mogok kerja dan mendatangi kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotim untuk mempertanyakan alasan di balik macetnya pembayaran uang makan untuk petugas angkut sampah. Ada terdapat sekitar 70-an petugas angkut sampah, termasuk pekerja tempat pembuangan akhir (TPA) yang datang ke DLH Senin (21/12) lalu. Hal itu terpaksa mereka lakukan, mengingat kebutuhan hidup yang semakin meningkat.
“Sehari saja kami mogok bekerja, karena kami ingin meminta kejelasan kenapa uang makan kami sampai hampir setahun ini lambat sekali dibayarkan. Besoknya kami tetap kembali bekerja karena kami juga tidak tega melihat sampah menumpuk. Kami juga sadar tanggungjawab kami. Kalau bukan kami, siapa lagi yang mau mengangkut sampah,” ujarnya.
Dari pertemuannya ke kantor DLH, petugas angkut sampah merasa sedikit lega karena mendapatkan kepastian pembayaran uang makan.
“Kami senang. Kedatangan kami direspons dengan baik, tidak dilempar sana-sini. Kalau kami tidak direspons waktu itu, kami niatnya mau mendatangi DPRD. Ternyata, direspons oleh Pak Oboi,” katanya.
Menurut penjelasan pejabat DLH Kotim, kata Nadi, uang kas daerah sedang kritis dan dialihkan untuk penanganan Covid-19.
“Uang kas daerah katanya lagi kosong dialihkan untuk penanganan Covid-19. Mereka mengusahkan kalau tidak bisa Desember ini, jatah uang makan akan dibayarkan paling lambat Februari 2021,” kata Nadi yang sudah lebih dari empat tahun bekerja sebagai petugas angkut sampah.
Mendengar jawaban pejabat DLH Kotim, segenap petugas angkut yang bertugas merasa lega dan kembali bekerja seperti biasanya.
“Lega sudah ada kepastian dari pemerintah, uang makan ini sangat berarti bagi kami. Karena, inilah penyemangat kami,” ungkapnya.
Pantauan Radar Sampit, depo sampah di Jalan Antang Barat penuh sejak satu pekan terakhir. Sampah sampai meluber di pintu gerbang depo. Bahkan depo sempat ditutup sehingga warga yang membuang sampah diarahkan ke Depo Jalan Sampoerna dan Depo Jalan Tidar.
Nadi mengaku petugas angkut sampah yang menulis pesan di depan depo Jalan Antang Barat.
“Iya itu kami yang menulisnya, tetapi sebenarnya bukan ditutup. Tidak mungkin dan tidak bisa depo ditutup. Kami hanya menganjurkan agar masyarakat membuang sampah di Jalan Sampoerna atau Depo di Jalan Tidar. Sampah tetap kami angkut, kalau tidak, sampah bisa berserakan sampai ke jalan,” jelasnya.
Hatman, petugas angkut sampah lainnya, mengatakan bahwa pemberian uang makan untuk petugas angkut sampah diusulkan oleh kepala Dinas Lingkungan Hidup Kotim sebelumnya.
“Dulu Pak Sanggul Lumban Gaol (mantan Kepala DLH) yang mengusulkan untuk kami, agar diberikan uang makan. Selama dua tahun berjalan, jatah uang makan untuk kami dibayarkan dengan lancar. Tahun ini aja yang macet sampai setahun,” kata Hatman yang sudah mengabdikan diri bekerja sebagai petugas angkut sampah sejak tahun 2004.
Jatah uang makan tersebut diberikan sebesar Rp 500.000 per bulan kepada setiap petugas angkut sampah. Uang makan ini di luar gaji bulanan.
“Ini belum dipotong pajak. Rp 75 ribu untuk biaya admin pegawai di DLH. Entah untuk biaya apa, saya tidak tahu, yang jelas kami hanya terima uang bersih Rp 425 ribu per bulan,” katanya.
Selain itu, Hatman mengatakan pada tahun 2018 lalu gaji pokok yang petugas angkut sampah terima sebesar Rp 1.947.000 per bulan dan pada tahun 2019 gaji pokok mengalami peningkatan sebesar Rp 61 ribu menjadi Rp 2.008.000.
“Setahun ini gaji juga tidak naik tetap Rp 2.008.000 tetapi Pemkab menanggung biaya BPJS untuk setiap petugas angkut sampah,” ungkapnya.
Perlu diketahui, Kota Sampit terdapat delapan armada truk dan tiga kontainer untuk mengangkut sampah dari depo sampah menuju Tempat Sampah Akhir (TPA) di Jalan Jenderal Sudirman Km 14. Setiap armada truk terdapat 6-7 petugas angkut sampah, termasuk sopir. Sedangkan untuk armada kontainer masing-masing terdapat tiga petugas. Sehingga total petugas angkut sampah di Kota Sampit kurang lebih sebanyak 65 pekerja.
Mereka bertugas mengangkut sampah setiap pagi di delapan depo sampah dan satu TPS yang tersebar di Sampit. Diantaranya, Depo sampah Jalan Tidar, Jalan Pelita, Jalan Tartar, Jalan Kopi Selatan, Depo Sampah belakang Swalayan Bintang, Jalan Christopel Mihing dekat SMPN 3 Sampit, Jalan Sampoerna dan Jalan Antang serta satu TPS Jalan Muchran Ali.
Rio Silalahi, petugas angkut sampah lainnya, berharap pemkab lebih memperhatikan petugas angkut sampah yang setiap hari bekerja tak kenal libur.
“Kami sebenarnya bukan tidak dihargai, kami hanya merasa petugas angkut sampah kurang diperhatikan pemerintah. Lihat sendiri pekerjaan kami ini, bekerja tidak kenal libur, setiap hari berhadapan dengan sampah beraroma busuk dan jadi ladang penyakit. Hari ini saja ada dua petugas kami yang tidak bekerja karena badannya tidak fit,” ujar Silalahi.
Silalahi menambahkan, selama bertahun-tahun bekerja menjadi petugas angkut sampah, pemkab tak pernah lagi menyediakan atribut untuk petugas angkut sampah.
“Atribut kami tidak dapat. Sepatu boot, kami beli sendiri. Jangankan atribut, selama masa virus korona ini, maskerpun kami tidak dapat. Bantuan sosial dari pemerintah pun kami tidak pernah menerimanya,” pungkasnya. (hgn/yit)