Penghasilan pendapatan yang stabil tak menjamin aparatur sipil negara (ASN) sukses membina rumah tangga. Buktinya, Pengadilan Agama Sampit menangani kasus perceraian ASN hingga 20 perkara dari Januari sampai Oktober ini. Sebagian besar perceraian terjadi karena faktor orang ketiga.
”Sampai Oktober, ada 20 ASN yang mengajukan cerai. Ada yang sudah menjalani proses sidang pertama satu orang, ada yang masih tahap persidangan, minutasi dua orang, dan ada yang sudah proses pembuatan akta cerai 16 orang,” kata Muhammad Kastalani, Ketua Pengadilan Agama Sampit melalui Wakil Ketua Pengadilan Agama Sampit Sondy Ari Saputra, Senin (25/10).
Berdasarkan permohonan pengajuan perceraian di Pengadilan Agama Sampit, gugatan paling banyak diajukan istri. Faktornya karena permasalahan orang ketiga (perselingkuhan), perekonomian, hingga mengarah ke tindakan kekerasan dalam rumah tangga.
”Kasus perceraian di Kotim terbilang tinggi. Dari tahun ke tahun terus meningkat. Penyebab umumnya karena faktor orang ketiga (perselingkuhan) dan ekonomi. Untuk kasus perceraian yang diajukan ASN biasanya bukan karena perekonomian, tetapi cenderung persoalan adanya orang ketiga,” ujarnya.
Untuk menekan kasus perceraian, lanjutnya, Pengadilan Agama telah melakukan upaya mediasi kepada kedua belah pihak. Mediasi dilakukan tidak hanya satu kali, tetapi bisa dua sampai lima kali, sehingga putusan benar-benar ditetapkan.
”Tugas kami di Pengadilan Agama sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Mediasi, bahwa Pengadilan Agama wajib mendamaikan kedua belah pihak,” ujarnya.
Karena itu, tambahnya, pihaknya tidak serta merta langsung mengambil keputusan dan ketuk palu. ”Kami sudah berusaha maksimal mendamaikan kedua belah pihak. Bahkan, apabila gagal mediasi berkali-kali, mediator yang melaporkan ke majelis hakim tidak begitu saja mengetuk palu. Sampai detik terakhir putusan, kami tetap diwajibkan berupaya mendamaikan,” tambahnya.
Upaya mediasi juga dilakukan dengan memanggil orang tua kedua belah pihak untuk melakukan upaya perdamaian atas perintah majelis hakim. ”Jika cara ini juga gagal dan Majelis Hakim sudah maksimal berupaya sampai titik nadir, terpaksa putusan dan ketuk palu dilakukan,’’ ujarnya.
Sondy mengaku prihatin ketika menangani kasus perceraian. ”Kami prihatin melihat rumah tangga berantakan, tetapi apa boleh buat, jika ini sudah berurusan dengan hati, cara mendamaikannya memang harus dari hati ke hati. Tetapi, jika sudah tidak bisa ditemukan upaya perdamaian, perpisahan menjadi pilihan terakhirnya,” tandasnya. (hgn/ign)