Penggunaan obat ilegal disinyalir marak di kalangan masyarakat. Pasalnya, obat tersebut dinilai memberikan kenikmatan pada penggunanya. Padahal, secara medis, obat ilegal bisa berdampak negatif pada orang yang mengonsumsinya. Bahkan, bisa mempercepat ajal. Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Palangka Raya Safriansyah mengatakan, banyak obat-obatan ilegal digunakan masyarakat. Terutama di kalangan pekerja perkebunan dan pertambangan. Obat itu bisa berupa obat pegal linu dan rematik. Jika dikonsumsi bisa membuat seseorang lebih enak bekerja. Namun, di balik itu dampak negatifnya sangat besar dan bisa memicu kematian.
Dia menjelaskan, obat-obatan ilegal lebih banyak dampak negatifnya. Di antaranya memengaruhi fungsi saraf pusat, mulut kering, kebingungan, halusinasi, dan kecanduan. Paling berbahaya apabila digunakan dengan dosis tidak normal. Sebuah uji laboratorium menemukan bahwa kandungan zat berbahaya obat ilegal bisa mencapai 200 persen dibanding obat normal.
”Ilegal ini kadarnya tidak memenuhi persyaratan, bahkan jauh melebihi batas kandungan normal. Efek halusinasi, euforia, dan overdosis hingga berdampak pada kematian. Atas hal itu kami selalu konsisten dalam penegakan hukum dan memberantas penyalahgunaan obat di Kalteng,” katanya. Safriansyah menuturkan, pihaknya bersama Direktorat Narkoba Polda Kalteng masih melakukan pengembangan terkait kasus diamankannya puluhan ribu butir obat ilegal di Kabupaten Murung Raya. Masyarakat diminta memberikan informasi jika menemukan peredaran jamu atau obat-obatan ilegal dan tidak memenuhi standar.
Terpisah, Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinkes Kalteng Damar Pramusinta mengapresiasi pengungkapan kasus puluhan ribu butir obat ilegal di Mura. Pasalnya, kalau dibiarkan beredar bebas, akan sangat merugikan masyarakat. Apalagi jika digunakan dengan dosis berlebihan. ”Dinkes sering berkoordinasi dengan BBPOM dalam pengawasan obat dan makanan. Apabila mempunyai informasi mengenai obat ilegal dan diedarkan oleh orang yang tidak berhak, silakan lapor ke polisi maupun BPOM. Belilah obat di apotik dan toko obat yang resmi dan memiliki izin,” ujarnya. Dia menambahkan, obat-obatan yang dijual dengan label jamu, jika benar-benar herbal, efek sampingnya tidak terlalu tinggi. Tetapi, jika sudah dicampur obat kimia, efeknya bisa berbahaya dan berpotensi memicu kematian mendadak.
”Obat legal pun tak sembarangan dijual, karena ada dosis dan cara minum yang harus diperhatikan dan ada hal-hal yang tidak boleh dikonsumsi,” katanya. Sebelumnya diberitakan, BBPOM Palangka Raya bersama Direktorat Narkoba Polda Kalteng mengamankan puluhan ribu butir obat ilegal di Kabupaten Murung Raya. Barang tersebut dikirim melalui jasa ekspedisi menggunakan identitas dan alamat palsu. Polisi bersama BBPOM juga mengamankan pelaku berinisial SP (36). Pria itu diringkus di Kelurahan Muara Laung 1, Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya, 18 Januari lalu. Bisnis haramnya terbongkar setelah dilaporkan warga yang resah dengan aktivitasnya tersebut.
Informasinya, sudah lama SP menjalani usaha ilegalnya dengan meraup untung yang besar. Adapun konsumennya berasal dari berbagai kalangan, terutama pekerja tambang dan perkebunan kelapa sawit. Aparat bersama BBPOM masih mendalami kasus itu, termasuk menelusuri kemungkinan pelaku mengedarkan obat itu di kabupaten lain. Petugas menangkap pelaku saat mengambil paket kiriman jasa ekspedisi di Jalan Merdeka Hilir, Puruk Cahu. Ketika petugas memeriksa isi paket yang dibawanya, ditemukan sejumlah obat-obatan yang diduga ilegal. Barang bukti yang diamankan, yakni 32 botol plastik putih tanpa label berisi tablet putih, 15 bungkus plastik berisi tablet kuning, 3 blister tablet Alprazolam (golongan psikotropika), dan 15 strip tablet Tramadol.
Obat ilegal itu disimpan pelaku di rumahnya. Dijual pula di lapak obatnya di Pasar Laung Mas, tak jauh dari kediaman pelaku. Total barang bukti yang diamankan terdiri dari 81 item obat atau 60.003 tablet dan 340 sachet, psikotropika 1 item atau 30 tablet, obat tradisional ilegal mengandung BKO sebanyak 37 item atau 2.382 pcs. Jenis obat ilegal terbanyak, yakni Triheksifenidil 32.883 tablet dan Dekstrometorfan 15.000 tablet. Nilai obat-obatan yang disita mencapai sekitar Rp222 juta. (daq/ign)