Masyarakat bantaran Sungai Arut dan Sungai Lamandau yang berprofesi sebagai nelayan mengeluhkan sulitnya mendapatkan hasil tangkapan semenjak kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Arut dan Lamandau yang melintasi Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) debit airnya terus menyusut. Namun, menyusutnya debit Sungai Arut merupakan waktu yang ditunggu oleh oknum masyarakat yang selama ini berprofesi sebagai penyetrum ikan. Mereka juga menggunakan bahan kimia (racun) untuk membuat ikan mabuk dan mudah ditangkap.
Berbagai endemik ikan dan udang yang selama ini menjadi sumber daya perikanan di Sungai Arut dan Sungai Lamandau seolah menghilang akibat perilaku para penyetrum dan peracun ikan. Warga Hulu Sungai Arut, Desa Nanga Mua, Kecamatan Arut Utara Yulyadi mengeluhkan maraknya penyetrum dan peracun ikan baik menggunakan bahan berbahaya beracun maupun menggunakan racun alami seperti Tuba.
“Saya minta masyarakat ikut mengawasi dan menangkap pelaku illegal fishing, selain merusak keseimbangan ekosistem mereka juga membuat nelayan sulit mencari hasil perikanan,” pintanya, Selasa (22/8). Menurutnya, para pelaku illegal fishing beraksi saat tengah malam, hal itu mempersulit mereka saat akan menangkap pelaku. ia mengaku penghasilan mereka jauh menurun, karena mereka hanya menggunakan alat ramah lingkungan untuk mencari hasil perikanan. Keluhan juga dilontarkan para pemancing ikan dan udang, salah satunya Agus, ia menyampaikan para pelaku illegal fishing kerap beraksi di Rasau Lamandau hingga ke Pangkalan Poring arah Kecamatan Kotawaringin Lama. “Mereka menggunakan sampai 2 aki truk untuk menyetrum, kalau racun mereka gunakan decis,” ungkapnya. Warga berharap agar kepolisian dan masyarakat bersama-sama untuk melakukan patroli malam. “Karena aktivitas illegal fishing ini sudah sangat merugikan bukan hanya nelayan tapi juga merusak alam,” tandas warga. (tyo/fm)