SAMPIT - Penderita gangguan jiwa semakin banyak berkeliaran di jalanan kota Sampit. Bahkan sempat ditertibkan oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) karena menimbulkan keresahan masyarakat. Ternyata, gangguan jiwa itu bisa disembuhkan.
Psikolog Puskesmas Baamang Unit II Yuwono Priadi mengatakan, orang gangguan jiwa bisa disembuhkan melalui pengobatan medis yang ditangani oleh psikiater di Rumah Sakit. Penanganan melalui obat dan terapi, baru bisa dikembalikan ke masyarakat atau orang tua.
“Saya masih menangani, ada tanggung jawab untuk mereka yang sudah keluar dari Rumah Sakit. Berobat jalan dengan saya,” ucap Yuwono, (11/10).
Dia menjelaskan bahwa gangguan jiwa berarti waham atau ilusi sudah keluar. Semacam bayangan, bisikan, atau merasa diri seperti apa yang diimajinasikan. Dalam hal ini, gangguan jiwa dianggap sudah parah.
Awal gangguan jiwa yaitu akibat depresi. Bisa juga karena gen atau keturunan, tapi jika ditangani dengan baik tidak akan ikut gangguan jiwa. Keturunan orang gangguan jiwa, tidak selalu menjadi orang dengan gangguan. Maksud dari ditangani dengan baik, bukan berarti oleh psikolog atau psikiater tetapi pembentukan rasa disiplin dan tanggung jawab dari orang tua.
Sementara, penyebab gangguan jiwa khusus di Kotim yaitu faktor tragedi berdarah atau kerusuhan beberapa tahun silam. Secara umum lantaran permasalahan ekonomi dan masalah kegagalan dalam rumah tangga. Termasuk percintaan kalangan remaja atau disebut cinta monyet.
Tipe gangguan jiwa ada beberapa macam, ada yang hanya diam, agresif sampai menyerang orang, dan suka keluyuran ke mana-mana. Indikasi tindakan itu bisa dipelajari dari penyebab dia gangguan jiwa.
Gangguan jiwa tidak ada yang tiba-tiba, semua berproses. Tergantung ketahanan diri orang tersebut. Ditentukan oleh pendidikan waktu kecil. Jadi, diajari disiplin, tanggung jawab, moral, dan hal baik atau tidak. “Kalau itu terbentuk maka tidak akan terjadi gangguan jiwa,” terangnya.
Pencegahan dilakukan dengan cara tidak memendam masalah sendiri. Berbagi cerita dengan orang yang dipercaya. Orang yang dipercaya belum tentu orang hebat. Mungkin teman dekat, bisa jadi pembantu rumah tangga, yang penting bisa mengeluarkan unek-unek. Kemudian, teman itu bisa membantu memberi jalan keluar.
“Penting sekali karena manusia adalah makhluk sosial, harus bertinteraksi dengan orang lain. Kalau tidak berinteraksi dengan orang lain, jadi seperti itu,” kata Yuwono.
Dipendam sendiri maka akan setres. Pasalnya, apa yang dia pikirkan belum tentu benar. Perlu pendapat orang lain dengan cara mencurahkan isi hati (curhat). Kadang, orang berpikir seenaknya, faktanya tidak bisa seperti itu.
“Contoh, ada orang pacaran, dia pengen pacar bertingkah laku seperti bayangannya tapi faktanya tidak bisa. Setiap orang punya kepribadian sendiri, tapi kalau tidak mau tahu seperti itu ya bisa gangguan jiwa. Artinya ekspektasi berlebih,” tandasnya. (ara/fin)