SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berupaya melestarikan seni dan budaya asli daerah agar tak tergerus kemajuan zaman. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kotim kembali menggelar upacara Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu yang merupakan agenda tahunan.
”Kami sangat mendukung upaya mengembangkan dan melestarikan keragaman seni budaya serta adat istiadat yang tumbuh di tengah kehidupan masyarakat. Bahkan, pemda juga mendorong seluruh lapisan masyarakat agar kelestarian adat dan budaya ini dapat terus terjaga dan dikembangkan,” kata Wakil Bupati Kotim M Taufiq Mukri pada acara yang digelar di Taman Miniatur Budaya Jalan Jenderal Sudirman km 3,2 Sampit, Rabu (12/10).
Selain mengembangkan seni dan budaya daerah, lanjut Taufiq, pemkab juga membuka peluang bagi pengembangan ekonomi produktif dan industri kreatif dengan membangun fasilitas publik dan sarana pariwisata bernuansa daerah. Keseriusan pemkab dalam memperhatikan seni dan budaya ditunjukkan dengan diberinya ruang dan anggaran untuk pengembangan seni dan budaya.
”Dengan diberinya ruang yang luas dalam pengembangan seni dan budaya ini, kami harapkan seluruh lapisan masyarakat dapat memanfaatkannya. Sehingga masyarakat juga dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan kepariwisataan, maupun seni dan budaya daerah,” ujarnya.
Sementara itu, ketua panitia upacara Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu Dewin Marang menjelaskan, kegiatan itu merupakan salah satu ritual dalam agama Hindu Kaharingan yang diselenggarakan guna memberikan persembahan kepada leluhur. Kemudian untuk menjaga dan membersihkan masyarakat dari kesialan serta bencana.
”Menurut kepercayaan umat Hindu Kaharingan, Tuhan menciptakan dunia ini tidak hanya diisi manusia dan mahluk hidup saja, tapi kayu, batu, sungai, danau, bumi dan lain-lain yang dikuasai dan dikendalikan oleh roh-roh dan arwah para leluhur,” ujarnya.
Meskipun upacara tersebut dilaksanakan berdasarkan kepercayaan umat Hindu Keharingan, lanjutnya, upacara tersebut ditujukan untuk seluruh masyarakat tanpa memandang etnis maupun agama. Selain sebagai bentuk solidaritas keragaman, juga bertujuan upacaya bisa dikenal seluruh masyarakat.
Kepala Disbudpar Kotim Fajrurrahman mengatakan, pihaknya akan terus melestarikan dan mengembangkan upacara Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu agar menjadi lebih baik. Selain itu, agar bisa dipromosikan sebagai salah satu objek wisata untuk menarik pengunjung dari dalam maupun luar daerah, sehingga bisa menambah aset budaya Kotim.
Upacara Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu dimulai dengan menari sambil mengelilingi Balai Keramat (Manganjan) yang merupakan salah satu bagian dari prosesi kegiatan upacara. Sebelumnya, Pisor (Rohaniawan Hindu Kaharingan) memimpin seluruh rangkaian, yakni Munduk Tamparan Gawi yang dimaksudkan untuk mengundang roh leluhur untuk hadir dan memberkati upacara.
Selain itu, dilakukan tampung tawar sebagai ritual bagi tokoh adat dan pejabat di Kotim. Usai prosesi tampung tawar, baik Pisor maupun tamu undangan berkesempatan menari Mangajan dan Manasai. Usai ritual, rombongan kembali dengan arak-arakan Keliling Kota Sampit dan menyusuri Sungai Mentaya. (vit/ign)