SAMPIT – Tingginya curah hujan belakangan ini membuat petani karet di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) galau. Pasalnya, hujan membuat mereka tidak bisa bekerja sama sekali.
”Hampir setiap hari hujan terus, membuat kami tidak bisa menyadap karet. Hal ini pasti terjadi setiap tahun,” kata Anggi, petani karet di Cempaga, Minggu (13/11).
Menurutnya, menyadap karet harus dipastikan pohon karet dalam kondisi kering. Hal itu agar getah sadapan dari kulit batang tidak kleuar dari jalur yang sudah dibuat. Namun, ketika kondisi batang pohon karet basah, maka cairan getah karet tidak merembes ke luar dari jalurnya.
”Kalau hujan mending nggak usah kerja, karena getahnya gak masuk ke penampungan, keluar dari jalur yang sudah dibuat. Makanya, petani karet kalau hujan terus pasti sedih,” ujar pria yang sudah puluhan tahun menyadap ini.
Akan berbeda, lanjut dia, jika cuaca panas. Mereka masih bisa menyadap setiap hari dan hasilnya masih normal. ”Jadi, meskipun harganya murah, kita masih ada penghasilan. Kalau hujan seperti sekarang, jelas kita terkendala,” tuturnya.
Meski demikian, kata dia, pekerjaan itu tetap mereka tekuni. Caranya, mengakali dengan mengeringkan batang karet menggunakan karung goni, karena penyadap karet jadi satu-satunya pilihan mereka saat ini.
Menurutnya, harga karet belum mengalami kenaikan. Ditambah lagi tidak didukung cuaca yang baik, menyebabkan petani karet kian kesulitan karena penghasilan berkurang. Petani karet sangat bergantung dengan cuaca. Jika sudah memasuki musim hujan, rata-rata aktivitas penyadapan getah karet terhambat.
”Saat ini, harga karet per kilogram sekitar Rp 6.500. Dalam bisa mendapatkan 20-25 kilogram,” katanya. (ang/ign)