KOTAWARINGIN LAMA –Para perawat di dalam memberikan pelayanan kesehatan agar mengutamakan keselamatan pasien. Para perawat juga harus mempunyai surat tanda register (STR) serta payung hukum saat bertugas.
”Dalam bertugas hendaknya perawat mendapat surat mandat dari pimpinan Puskesmas atau dari dokter apa saja kewenangan yang bisa dikerjakan oleh perawat,” ujar Ketua DPD Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Aiman Dinata saat pertemuan konsolidasi DPD PPNI Kobar dengan Komisariat PPNI Kolam di Rumah Sakit Rakyat Kutaringin, Selasa (15/11).
Tugas perawat selain melaksanakan tindakan mandiri, juga ada tindakan medis yang harus mendapat limpahan wewenang, seperti penyuntikan dan pemasangan infus. Dan juga ada tindakan yang harus dalam pengawasan seperti penjahitan pada luka yang didarita pasien. Itu semua untuk menghindari terjadinya kesalahan prosedur di dalam menangani pasien dan demi keamanan perawat di dalam menjalankan tugasnya.
Aiman juga mengajak seluruh perawat yang ada di Kolam agar bisa bergabung menjadi anggota PPNI dan memiliki kartu tanda anggota atau nomor induk registrasi anggota (nira). Setiap perawat juga wajib memiliki surat tanda register (SRT).
Dijelaskan Aiman, STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi. Dengan STR, maka perawat dapat melakukan aktivitas pelayanan kesehatan.
Sejak Undang-Undang Nomor 38 tentang Keperawatan disahkan pada 17 Oktober 2014 lalu, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keperawatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan undang-undang ini. Atas dasar itu, perawat yang ingin mengurus dan memperpanjang izin STR masih bisa mengurus STR melalui organisasi PPNI di daerah asal, untuk diteruskan ke MTKI sebagaimana yang telah diatur oleh Permenkes Nomor 1796 Tahun 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
“Implikasi hukumnya bagi instansi atau unit kesehatan yang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki STR, pimpinan atau direkturnya akan dikenai hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta, dan demikian juga perawatnya di denda Rp 150 juta atau penjara selama satu tahun,” pungkasnya. (gst/yit)