PANGKALAN BUN - Untuk menjaga netralitas pegawai negeri sipil (PNS) atau kini disebut aparatur sipil negara (ASN) dalam setiap kegiatan Pilkada, muncul ide pencabutan hak pilih bagi ASN.
Salah satu ASN di Kabupaten Kobar mempertanyakan bila para pegawai harus netral, mengapa tidak sekalian hak pilih mereka dicabut sehingga bisa membuat tenang PNS ketika memasuki masa pemilihan kepala daerah.
”Bisa jadi lebih baik dicabut saja sekalian, karena sampai sekarang ASN dianggap masih dalam wilayah abu-abu. Harus netral, tapi masih punya hak pilih,” katanya sambil meminta namanya tak dikorankan.
ASN lainnya mengungkapkan, ASN yang mencapai 3000 orang cukup berperan dalam pelaksanaan pemilihan. Saat proses pemilihan berlangsung, banyak ditemui bahwa pelaksananya juga ASN. Mulai dari KPPS, PPS, dan juga PPK. Hal itu sering ditemui di wilayah pedesaan dimana sumber daya manusia yang mumpuni masih sangat terbatas.
”Selama ini banyak ASN yang menjadi KPPS, PPS, dan juga PPK ketika pemilu atau pilkada berlangsung,” katanya.
Menurutnya para ASN ini di mata masyarakat dianggap lebih cakap dalam melaksanakan tugas terutama yang berhubungan dengan dokumen-dokumen administrasi.
”Banyak masyarakat yang kadang menolak jadi penyelenggara pemilihan di TPS. Akhirnya ya ASN yang maju,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Badan kepegawaian daerah (BKD) Kobar Tengku Alisyahbana mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan surat edaran resmi untuk menjaga netralitas ASN. Bahkan dalam setiap pertemuan dengan pegawai, pihaknya juga tidak hanya mewanti-wanti ASN, namun juga pada pegawai kontrak Pemkab Kobar.
”Imbauan sudah kita sampaikan, dan memang itu kewajiban mereka harus bersikap netral saat Pilkada atau Pemilu,” katanya.
Terkait pencabutan hak politik bagi ASN, Tengku menganggap bahwa perihal tersebut adalah wewenang dari pemerintah pusat. Saat ini yang perlu ditekankan adalah mengupayakan agar ASN betul-betul sebagai abdi negara, khususnya benar-benar memfasilitasi penyelenggaraan pemilu.
Status abdi negara ASN berbeda dengan status abdi negara yang disandang TNI dan Polri. Ketika menghadapi Pilkada atau Pemilu, dalam aturan ASN itu jelas harus netral tidak boleh menguntungkan atau pun merugikan pihak tertentu. Sedangkan TNI dan Polri yang tidak memiliki hak politik dianggap sebagai suatu organ negara yang memiliki pemahaman menjaga pertahanan dan keamanan.
”Setiap pegawai negara (kecuali TNI/POLRI) memiliki hak untuk memilih, sehingga larangan berpolitik harus dimaknai dengan baik dan benar. Penafsiran terhadap larangan berpolitik jangan sampai memposisikan ASN sebagai pihak yang harus dikebiri atau diskriminatif,” tegasnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 sudah jelas bahwa larangan yang dimaksud apabila ASN menjadi pengurus atau anggota partai politik. Dalam Surat Edaran Menpan Nomor SE/08.A/M.PAN/5/2005 tentang netralitas pegawai negeri sipil dijelaskan bahwa ASN dilarang terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala atau Wakil Kepala Daerah.
”Jadi jelas, bukan melarang ASN untuk melaksanakan hak pilihnya tetapi melarang dengan segala konsekuensi bahwa ASN tidak dibenarkan menjadi tim sukses atau tim pemenangan calon tertentu. Sedangkan netralitas yang dimaksudkan pemerintah itu juga cukup jelas. Karena ASN masih memiliki hak pilih, tentunya punya hak untuk mengetahui bobot dan integritas figur calon pemimpin yang baik untuk mereka pilih,” pungkasnya. (sla/yit)