SAMPIT – Mencuatnya konflik internal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Murjani Sampit ke permukaan belum disikapi serius oleh Pemkab Kotim. Pasalnya, Sekda Kotim Putu Sudarsana tak bisa menjawab ketika ditanya masalah itu. Dia memilih bungkam.
”Silakan tanya saja kepada Ketua DPRD untuk masalah tersebut,” kata Putu saat ditanya wartawan, Selasa (6/12).
Persoalan di internal RSUD dikhawatirkan akan dibiarkan berlarut, sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat yang akan jadi korban. Ketua Komisi III Rimbun saat dihubungi mengatakan, persoalan itu masih ditangani Pemkab Kotim bersama dinas teknis. Sekda meminta waktu menyelesaikannya. Akan tetapi, apabila tidak ada penyelesaian, DPRD memastikan akan mengambil alih persoalan tersebut.
”Sementara ini di internal pemerintahan yang menangani, tetapi nanti pasti akan kami panggil. Apalagi kalau tidak ada penyelesaian. Kita tidak mau persoalan ini menyebabkan tugas dan fungsi RSUD dalam melayani masyarakat terabaikan,” ujar Rimbun.
Seperti diketahui, pengelolaanRSUD dr Murjani Sampit bermasalah. Terjadi konflik internal antara jajaran manajemen rumah sakit dengan karyawan setempat, termasuk dokter. Manajemen terus menjadi sorotan pegawai dan dokter yang bertugas di rumah sakit terbesar di Kotim itu.
Hal tersebut terungkap saat pertemuan terbatas antara Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli dan Ketua Komisi III DPRD Kotim Rimbun yang melakukan inspeksi mendadak ke RSUD dr Murjani Sampit, Jumat (2/12) lalu.
Salah seorang pegawai RSUD saat pertemuan mengungkapkan, kondisi faktual di rumah sakit ini tidak sesuai dengan yang selama ini dilihat orang dari luar. ”Rumah sakit ini dilihat luarnya sangat wah, tapi orang nggak tahu masalah di dalamnya. Padahal, luar biasa masalah yang terjadi,” katanya.
Pertemuan itu juga mengungkap beberapa persoalan, yakni jasa medis BPJS 2016 hingga saat ini belum pernah dicairkan dan diterima petugas pelayanan kesehatan tanpa penjelasan. ”Begitu juga jamkesda (jaminan kesehatan daerah), sampai sekarang tidak keluar,” katanya.
Pihak dokter dan perawat pernah komplain ke jajaran manajemen. Namun, manajemen beralasan saat itu ada program baru. Para karyawan menilai, persoalan itu terjadi karena kurangnya transparansi dari jajaran manajemen.
”Masalah remunerasi juga, kami mau transparansi, kok bisa tiba-tiba ada uang? Itu gak diketahui uang halal atau haram dan tidak pernah dijelaskan,” ujarnya. (ang/ign)