SAMPIT – Meledaknya rokok elektrik di Sampit terus menjadi perbincangan. Apalagi si perokok, RZ, harus dirawat di RSUD dr Murjani. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim pun ikut angkat suara terkait rokok elektrik.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kotim Faisal Novendra Cahyanto menyebutkan, bahaya rokok elektrik dan rokok tembakau sama saja. Bukan karena alat pengisap elektriknya saja yang berisiko menimbulkan bahaya, tetapi zat kimia yang digunakan pun menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Zat-zat yang digunakan pada rokok elektrik itu diantaranya adalah propilen glikol, dietilen glikol, sintetic nicotine, dan gliseren. Apabila dipanaskan, akan menghasilkan nitrosamine. Larutan nitrosamine ini bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.
”Sebetulnya penggunaan rokok elektrik ini sudah ada early warning dari BPOM dan WHO yang mengingatkan bahwa rokok elektrik tidak aman dikonsumsi dan berisiko untuk kesehatan. Apalagi uap yang dikeluarkan sangat tinggi sehingga disarankan untuk tidak digunakan,” ucapnya saat ditemui di dinkes, Senin (19/12).
Berdasarkan pernyataan BPOM, produk rokok elektrik memang dianggap tidak aman. Bahkan, rokok elektrik justru mengandung lebih banyak toksin berbahaya. Jika rokok tembakau memiliki banyak campuran (tidak 100% nikotin), maka rokok elektrik justru seluruhnya adalah nikotin.
Menurut Faisal yang juga merupakan seorang dokter tersebut, merokok menggunakan tembakau maupun elektrik merupakan penyumbang penyakit tidak menular terbesar. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh rokok diantaranya stroke, jantung, dan kanker.
Karena itu, dirinya mengimbau agar masyarakat mulai melakukan kebiasaan hidup sehat dengan mengurangi atau berhenti merokok. Dengan pensiun menjadi ”ahli hisap”, akan sangat membantu menjaga kesehatan, bahkan dapat membantu mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.
”Merokok adalah kegiatan yang tidak produktif. Sudah keluar uang banyak, kesehatan juga berisiko. Di Sampit sendiri merokok itu costnya tinggi, sementara untuk pembelian buah dan sayur masih rendah. Lebih baik uang untuk beli rokok digunakan untuk mendukung gaya hidup sehat seperti membeli sayur dan buah-buahan,” kata penghobi energi alternatif ini.
Menurutnya, konsumsi sayur-sayuran serta buah-buahan di Indonesia termasuk paling rendah di ASEAN. Sementara di Kalimantan Tengah, Kotim merupakan kabupaten dengan jumlah perokok aktif tertinggi bersama Kapuas. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kesehatan para masyarakat, yang tentunya akan berdampak pada kinerja dan produktivitas masing-masing individu.
”Makanya kalau kita menyarankan, baik tembakau atau elektrik, stop merokok. Mari melakukan kegiatan yang lebih produktif dan sehat,” tandasnya. (sei/yit)