PALANGKA RAYA – Lima organisai Dayak protes menyusul dilakukannya pengecatan tiang Betang Hapakat. Lima organisasi Dayak ini, yaitu Lembaga Musyawarah Dayak Daerah Kalimatan Tengah (LMDD-KT), Gerakan Betang Bersatu, Forum Organisasi Masyarakat Adat Dayak (Formad), Barisan Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad), Gerakan Dayak (Ger Dayak).
Masing-masing pengurus organisasi tersebut tidak terima pengecatan tiang Betang Hapakat yang dilakukan oleh sejumlah pengurus Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng.
Pantauan koran ini, Betang Hapakat yang terletak di Jalan RTA Milono Kota Palangka Raya ini nampak berubah. Tiang Betang dicat dengan lima paduan warna, yakni hitam, merah, hijau, kuning dan putih.
Ketua Formad, Dagud menyebutkan bahwa betang tersebut milik masyarakat adat Dayak. Tidak ada satu pun organisasi yang boleh mengklaim dengan berbagai cara. Disamping itu, ujarnya, secara turun temurun tiang betang tidak pernah dicat dengan berbagai warna. Pihaknya pun meminta agar warna tiang tersebut dikembalikan ke warna asalnya.
“Lima warna itu memang sering dipakai masyarakat Dayak khususnya di betang. Tapi tempatnya tidak pada tiang, melainkan di ornamen dan lukisan. Dari dulu betang tidak pernah tiangnya dicat. Warnanya menggunakan yang asli yaitu warna kayu ulin atau coklat tua,” katanya, Selasa (17/1)
Sementara itu, Ketua LMDD-KT Yuel G Akar menyebutkan, pengecatan tiang betang yang dilakukan tersebut tidak dibenarkan. Menurutnya, betang yang ada diseluruh Kalteng bahkan se-Kalimantan sekalipun, tidak dicat tiangnya. Sehingga sangat aneh jika Betang Hapakat ini dibuat berbeda dengan yang lain.
“Dari dulu sampai sekarang tidak pernah tiang betang dicat warna-warni seperti itu. Aneh kalau Betang Hapakat dicat tiangnya. Yang namanya betang, apalagi bagian tiangnya tidak pernah dibuat warna ini itu,” ucapnya.
Tak jauh berbeda disampaikan Herdeman Wilson dari Gerakan Betang Bersatu Kalteng. Dia menilai pihak yang melakukan pengecatan tiang betang ini tidak mengenal adat isitiadat Kalteng. Apapun alasannya, kata dia, pihaknya tetap tidak sependapat atas pengecatan tiang betang ini.
“Ya kalau katanya lima warna itu melambangkan keragaman agama, saya rasa pemikiran seperti itu salah alamat. Kenapa harus ditiang betang dibikin? Mereka yang sudah melakukan tindakan seperti itu (pengecatan), mereka juga yang harus mengembalikannya ke warna asal,” tegasnya.
Lebih lanjut disampaikan Demud Anggen dari Batamad Kota Palangka Raya bahwa pihaknya meminta agar ada pertanggung jawaban dari pihak yang melakukan pengecatan tersebut. Dia mengakui tidak tahu secara pasti alasan pengecatan tiang tersebut. Dia mengakui tidak tahu secara pasti alasan pengecatan tersebut. Namun, ujarnya, tindakan ini seakan melecehkan masyarakat Dayak.
“Karena warna-warni seperti itu, ada yang bilang mirip gedung Taman Kanak-kanak (TK). Bahkan lebih parah lagi, ada yang bilang mirip sandung (tempat menyimpan tulang orang yang sudah meninggal). Makanya itu kami bilang bawah mengecat tiang betang ini tindakan salah,” katanya menegaskan.
Atas pertimbangan inilah lima organisasi Dayak ini meminta agar pihak terkait bisa mengambalikan warna tiang betang ini seperti semula. Batas waktu yang diberikan hanya sampai awal Februari mendatang.
Apabila sampai batas waktu yang ditentukan tidak ada tanggapan, lima organisasi akan menemui pihak yang melakukan tindakan tersebut guna menanyakan maksud perubahan warna tiang betang ini. (sho/vin)