SAMPIT – Sekolah dasar yang masih memberlakukan tes membaca, menulis, dan berhitung (calistung) sebagai persyaratan masuk kelas I, seharusnya diberi sanksi. Sayangnya, Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur tidak berkutik ketika ada SD yang melanggar aturan.
Peraturan Pemerintah (PP) No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pasal 69 Ayat 5 menyebutkan bahwa ada larangan memberikan tes calistung untuk masuk kelas 1 SD.
Kepala Seksi Peserta Didik dan Pengembangan Karakter SD Disdik Kotim Wahyudi mengakui bahwa persyaratan utama untuk masuk SD adalah umur yang mencukupi. Namun dia tidak menampik masih adanya sekolah tertentu yang menerapkan tes calistung, terutama SD yang jumlah pendaftarnya melebih kapasitas kelas.
”Memang ada sekolah yang menggunakan tes. Hanya saja itu menjadi tes akhir seleksi jika kapasitas sekolah terbatas, tapi peminat sekolah tersebut banyak. Seperti sekolah-sekolah favorit,” ucapnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (9/2).
Misalnya, kapasitas sekolah untuk siswa baru ada dua kelas dengan kapasitas 31 orang per kelas. Tetapi karena pendaftar mencapai ratusan siswa, sekolah pelakukan seleksi. Seleksi pertama berdasarkan umur, dilanjutkan tes calistung.
Meski begitu Wahyudi menegaskan, Disdik Kotim rutin memberikan surat edaran ke sekolah-sekolah mengenai larangan penggunaan tes calistung untuk seleksi masuk SD. Surat edaran tersebut dibagikan setiap tahun menjelang tahun ajaran baru sekolah dan merupakan bagian dari sosialisasi mereka untuk menghindarkan sekolah dari menggunakan tes calistung sebagai persyaratan masuk.
”Jadi tes calistung itu adalah cara terakhir, hanya untuk menanggulangi terjadinya peminat yang melebihi kapasitas. Sarana yang ada untuk menampung pendaftar itu terbatas, sementara peminatnya banyak. Apalagi sekolah di kota, mau tidak mau melakukan tes tersebut sebagai langkah terakhir. Tapi yang pasti, itu bukan syarat utama masuk SD,” tandasnya. (sei/yit)