SAMPIT – Harga cabai rawit tetap tinggi, yakni di kisaran Rp 150 ribu -Rp 160 ribu per kilogram. Belum ada tanda-tanda harga akan turun. Mahalnya harga lombok ini dikeluhkan oleh pedagang, konsumen, dan warung makan.
”Harganya naik sekali. Padahal di rumah sudah terbiasa makan makanan pedas. Jadi terpaksa tetap beli dengan harga segitu,” ucap Mudah, warga Kecamatan Baamang, Sampit, Senin (13/2).
Keluhan mengenai harga cabai yang tinggi ini tidak hanya disuarakan oleh para pembeli cabai, tetapi juga para pedagang di pasar. Tingginya harga cabai berpengaruh terhadap omset penjualan.
”Semingguan ini harga cabai rawit sekitar Rp 150 ribu per kilogram. Ada saja yang beli meskipun harganya mahal. Tapi biasanya sedikit-sedikit, per ons,” ucap Sri, pedagang di Pasar PPM.
Keluhan yang sama juga dikatakan oleh Nia, pemilik rumah makan Padang di Jalan Yos Sudarso. Tingginya harga cabai mempengaruhi kepuasan pelanggan yang datang ke rumah makannya. Sebab pada dasarnya, pelanggan yang datang ke warung makannya adalah para penikmat makanan pedas.
”Jadi biasanya kita beli cabe rawit sekilo, cabe keriting sekilo. Nanti dibagi dua, lalu digabungkan sama tomat untuk sambelnya. Memang ada pelanggan yang protes karena jadinya kurang pedas. Tapi mau bagaimana lagi,” katanya.
Terpisah, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kotim menyatakan tidak bisa menekan harga pasar. Selama ini, kebanyakan produk di Kotim berasal dari luar daerah, begitu juga cabai rawit.
Kepala Bidang Perdagangan Disdagperin Kotim M Tahir menyebutkan, selama stok dari luar tidak berkurang, maka selama itu juga harga akan mengikuti kemauan pasar.
”Kita dari pemkab ini bukan tidak punya kebijakan, tapi kita tidak punya daya untuk itu karena kita tidak punya produk lebih untuk dilempar kepasaran demi menekan harga cabai itu,” jelasnya.
Menurunkan harga cabai baru bisa dilakukan dengan operasi pasar apabila pihaknya memiliki stok yang banyak. Tapi jika stoknya tidak mencukupi, tidak akan bisa.
”Kita harus memasukkan stok lebih banyak sehingga harga tertekan. Tapi saat ini, kita tidak punya stok banyak. Memang ada petani cabai di Kotim, tapi petani tidak bisa memenuhi konsumsi pasar. Kalau panen, paling banyak satu kwintal, satu kwintal biasanya sebentar saja habis dilempar ke pasaran,” pungkasnya. (sei/yit)