SAMPIT - Di tengah lesunya pertumbuhan ekonomi, para pengembang perumahan di Kota Sampit tertolong adanya program sejuta rumah. Developer yang awalnya hanya menggarap hunian komersial, kini ikut menggarap perumahan bersubsidi.
Ketua Real Estate Indonesia Kabupaten Kotawaringin Timur Andi Saputra mengungkapkan, melemahnya perekonomian nasional berimbas untuk kalangan menengah ke atas. Buktinya, penjualan segmen rumah menengah ke atas di Kotim ikut lesu. Makanya, banyak pengembang yang awalnya hanya menggarap komersial, kini terjun ke perumahan subsidi.
Dia merinci, developer yang kini ikut bermain perumahan subsidi adalah PT. Tata Rumah Indah Mandiri, PT. Wengga Citra Jaya, PT. Bumi Griya Perkasa, CV. Sinar Fajar, CV. Bina Karya Permai, CV. Karya Budi, PT. Juli Indah Jaya Makmur, PT. Aditama Putra Teguh, dan PT . Jaya Agung.
”Dulu hanya segelintir developer yang garap perumahan subsidi di Sampit, tapi sekarang ada sembilan developer. Rumah subsidi jadi penolong developer, meski marginnya tipis,” ujar Andi yang juga owner PT Bumi Griya Perkasa.
Menurutnya, realisasi rumah subsidi di Kalteng tahun 2016 mencapai 700 unit dan porsi paling banyak ada di Kotim. Developer yang paling banyak menggarap adalah PT Wengga Citra Jaya milik Bu Rambat.
Sebagai pengembang yang sedang membangun rumah subsidi di kawasan Sampit, Andi optimis akan ada peningkatan penjualan rumah subsidi di tahun 2017. Indikatornya, harga sawit mulai membaik sehingga berdampak terhadap perekonomian di Kotim. Tingginya minat masyarakat membeli rumah subsidi dikarenakan harga yang terjangkau.
”Untuk tahun ini, rumah subsidi dibanderol Rp 135 juta, meningkat dibanding tahun lalu yang hanya Rp 128 juta. Ukuran rumahnya 36 meter persegi dengan ukuran lahan minimal 120 meter persegi,” kata Andi.
Untuk mempercepat realisasi program sejuta rumah, kata Andi, perlu adanya sinergi yang kuat antara pengembang, perbankan, dan pemerintah. Apalagi pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) Jilid XIII yang isinya tentang pengurangan, penggabungan, dan percepatan proses perizinan untuk pembangunan rumah masyarakat berpenghasilan rendah.
Salah satu poin PKE Jilid XIII adalah, percepatan dalam pengurusan surat pelepasan hak atas tanah dari pemilik tanah kepada pihak developer (dari 15 hari jadi 3 hari kerja), pengukuran dan pembuatan peta bidang tanah (dari 90 hari jadi 14 hari kerja), penerbitan IMB induk dan pemecahan IMB (dari 30 hari jadi 3 hari kerja).
Selain itu, pengembang juga butuh kemudahan dalam mendapatkan sarana dan prasarana, seperti pasokan listrik dari PLN dan air dari PDAM. ”Tanpa adanya listrik, calon pembeli tidak akan mau menempati rumah. Kalau untuk air, bisa disiasati dengan sumur bor. Yang penting airnya bagus dan bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” terangnya. (yit)