SAMPIT – Kebijakan Bupati Kotim Supian Hadi yang melarang warung atau rumah makan buka pada pagi dan siang hari dinilai sudah tepat. Semua pihak diharapkan tak mempermasalahkan keputusan tersebut. Apalagi hanya berlaku selama Ramadan.
”Benar saja (kebijakan bupati). Sudah dirapatkan melalui Kementerian Agama. Kita ini sama-sama mengingatkan dan menyadarkan. Bagi non Muslim minta menghormati,” kata Ketua MUI Kotim H Amrullah Hadi, Minggu (4/6).
Amrullah meminta kesadaran kaum muslimin dan mengingatkan keimanan sesama. Kemudian memahami suasana orang yang berpuasa.
”Kan tidak mungkin, makan minum, apalagi merokok di hadapan orang yang berpuasa. Itu namanya tidak saling menghormati. Menurut saya, kebijakan bupati bukan melarang. Sebab, warung makan boleh buka setelah jam tiga ke atas,” ujarnya.
Seharusnya, lanjut Amrullah, keputusan untuk tak membuka warung makan saat siang hari lahir dari masing-masing pedagang tanpa harus diatur pemkab. Namun, karena masih ada yang buka terang-terangan dan seolah tak terkendali, sehingga dinilai perlu diatur lagi.
Terpisah, KH M Yusuf Al-Hudromy, pendiri Panti Asuhan Putra Borneo dan Pondok Pesantren Nurul Aitam ini mengatakan, kebijakan bupati sah-sah saja selama masih dalam batas kewajaran. Tidak sepenuhnya melarang, terutama dalam suasana Ramadan.
”Tidak ada larangan jual-beli di bulan Ramadan, hanya toleransi saling menghormati saja. Tidak ada nas Alquran, bahkan hadis melarang orang berjualan siang. Pemerintah hanya mengimbau, agar nuansa Ramadan terasa. Mendidik anak-anak seperti kami di pondok dalam mengajarkan agama juga sama. Bayangkan kalau semua orang sudah tidak peduli antarsesama. Jangan sampai terjadi,” ujar Yusuf.
Yusuf mengharapkan pedagang makanan menghormati umat yang tengah berjuang melawan hawa nafsu setiap hari selama Ramadan. ”Diharapkan tidak buka siang hari. Tapi, jika terpaksa setidaknya tertutup. Kasihan musafir dan agama lain. Asalkan bisa saling menghargai yang berpuasa saja. Bagaimana kita saling memahami,” ujarnya.
Mantan Ketua MUI Kotim H Abdul Riduan menambahkan, memang ada upaya bagi pedagang yang menutup warung dengan tenda. Namun, hal itu dianggap tidak ada bedanya dengan buka.
”Kita menghargai upaya yang dilakukan pedagang yang menutup warung mereka dengan tenda. Tetapi, apa bedanya dengan buka. Tetap saja terlihat umum,” katanya.
Mengenai sisi kemanusian bagi yang tidak menjalankan ibadah puasa, dia tidak melarang siapa saja untuk mengisi perut. Namun, tidak harus di tempat umum. ”Kan bisa makan di rumah masing-masing. Tidak harus di warung,” ujarnya. (mir/ign)