SAMPIT – Mantan Bupati Kotim Supian Hadi angkat bicara mengenai polemik rencana pengalihan anggaran dana desa (ADD) untuk membayar tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) pegawai negeri sipil (PNS). Menurutnya, hal itu bagian dari politik anggaran agar dana bagi hasil (DBH) pajak kendaraan bermotor bisa dibayar seratus persen.
”Tidak ada pemotongan atau pemindahan ADD untuk membayar TPP PNS. APBD Kotim cukup untuk membayar semua itu. Bahkan, semuanya sudah dianggarkan. Saya secara pribadi tidak setuju jika ada pengalihan tersebut,” tegasnya, Kamis (29/10).
Supian mengatakan, rencana itu disampaikan Sekda Kotim Putu Sudarsana saat rapat di DPRD Provinsi bersama DPRD Kotim. Pihaknya mengharapkan dengan cara itu provinsi segera membayar seratus persen DBH Kotim yang masih terisisa Rp 21 miliar.
”Jumlah keseluruhannya Rp 102 miliar, sedangkan saat ini yang dibayar Rp 81 miliar. Jadi, masih ada sekitar Rp 21 miliar uang Pemkab Kotim pada Pemprov Kalteng dan Ketua DPRD Kotim mengetahui hal tersebut,” ujarnya.
Supian berharap hal tersebut tidak dipolitisir karena sampai sekarang tidak ada pengalihan ADD. ”Selama Perda Nomor 9 Tahun 2015 di bawah kepemimpinan SAHATI, tidak ada perubahan sehingga tidak bisa dilakukan pemotongan ADD, kecuali ada perubahan pada perda tersebut, baru bisa dilakukan pemotongan ADD,” tegasnya.
Dia menambahkan, sampai akhir masa jabatannya, uang APBD Kotim cukup untuk membayar ADD dan TPP tersebut karena semuanya sudah dianggarkan. Dia mengharapkan tidak ada lagi tudingan terhadap dirinya. Pemerintah desa juga diharapkan bekerja sesuai aturan dan ADD bisa diserap seratus persen.
Bisa Terjerat
Sementara itu,pengamat hukum dan politik di Kotim Sugi Santosa mengatakan, pengalihan dana desa untuk membayar TPP PNS akan membuat masalah besar jika dilakukan. Pejabat bersangkutan bisa terjerat penyalahgunaan wewenang dan pemerintah dinilai tidak prorakyat.
”Tidak bisa dialihkan seperti itu, jelas melanggar aturan hukum dan bisa menjerat nantinya dalam tindak pidana korupsi,” katanya.
Menurut Sugi, dana desa sudah disahkan melalui lembaga legislatif. Jika dialihkan, tentu akan bertentangan. Pasalnya, setiap anggaran, apabila tidak diposkan, harus dianggarkan lagi pada pos berikutnya.
”Hati-hati lho, pengalihan pos itu tidak boleh karena APBD ini sudah diatur dalam perda, status hukumnya jelas. Penyalahgunaan wewenang nantinya,” ungkapnya.
Pengacara di Kotim itu juga turut mempertanyakan mengapa harus mengorbankan dana desa. Padahal, semua anggaran sudah disahkan di DPRD. ”Memanfaatkan dana desa untuk kepentingan lain, terutama di musim politik saat ini tentu menjadi pertanyaan banyak pihak,” tuturnya.
Sugi menambahkan, jika hal itu tetap dilakukan, merupakan tindakan yang ceroboh dan berbahaya. ”Pasti nanti rakyat menilai pemkab tidak prorakyat meskipun alasannya untuk TPP. Itu tidak bisa apa pun alasannya,” ungkapnya.
Sugi sendiri sangat menyayangkan apabila hal itu sampai dilakukan nanti. Bahkan, masalah ini akan menjadi sorotan aparat penegak hokum, mengingat dalam aturan sudah jelas bahwa anggaran yang sudah diposkan tidak boleh digeser, kecuali dianggarkan lagi.
Sugi juga menilai langkah yang diambil pemkab tergolong berani. Dia tidak ingin tindakan ini justru hanya dimanfaatkan. Selain itu, dia menyebut ada ketidakberesan dalam perencanaan penganggaran di Kotim.
Seperti diberitakan, Ketua DPRD Kotim Jhon Krisli tak ingin disalahkan mengenai rencana penggunaan dana desa untuk membayar tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) pegawai negeri sipil (PNS). Jhon menyebut rencana yang memicu polemik itu, melalui persetujuan Supian Hadi saat menjabat Bupati Kotim.
Menurut Jhon, hal ini dibuktikan dengan surat resmi yang diterimanya perihal permohonan untuk menggeser anggaran dana desa tersebut. ”Saya luruskan, jika yang meminta menggeser anggaran itu saudara bupati secara langsung. Surat resminya ada dengan saya. Jadi, kalau pernyataannya yang menyalahkan lembaga DPRD, itu sangat tidak benar sama sekali,” tegas Jhon usai menghadiri seminar Kajian Ilmiah Pemekaran Kotawaringin Utara, Rabu (28/10). (dc/co/ign)