SAMPIT – Mata Banjir alias Anjir (23) berkaca-kaca saat ditanya soal istrinya, Pitae, yang tewas di tangannya. Pasangan hidupnya itu tewas setelah keduanya cekcok saat korban ingin meninggalkan rumah.
”Tidak pernah ada masalah. Cuma hari itu saja tiba-tiba dia mau pergi ke rumah ibu. Maksud saya itu, dia tetap di rumah saja," ujar pria yang kesehariannya bekerja sebagai buruh sawit tersebut.
Banjir mengaku ingin meminta maaf dengan keluarga istrinya. Namun, tak ada kesempatan. Apalagi keluarganya tidak pernah membesuknya selama ditahan di Polres Kotim.
Istrinya yang meninggal di tangannya sendiri itu, membuat Banjir tertekan. Dia mengaku masih sayang dengan Pitae. Entah apa yang merasukinya saat itu sehingga parang tajam mengakhiri hidup istrinya.
Pelimpahan tahap II kasus itu disertai dengan barang bukti berupa pakaian istrinya yang berlumuran darah dan pisau yang digunakanya.
”Saya mau bertobat dan ingin minta maaf. Saya sudah jadi muslim dan belajar agama dengan teman-teman di sel," ucapnya.
Menurut Banjir, peristiwa memilukan itu terjadi pada 12 April lalu, sekitar pukul 14.00 WIB di kediamannya, Desa Tumbang Boloi, Kecamatan Antang Kalang. Hal itu bermula saat korban berkemas bersama anaknya yang masih berumur 1,5 tahun.
Melihat itu, Banjir yang ada dalam kamar keluar dan meminta sang istrinya jangan pergi. Namun, korban tetap ngotot ingin pergi ke rumah orangtuanya. Alasannya, ada orang yang ingin membunuh Banjir.
Banjir kemudian mengambil parang yang masih dalam sarung dan mencabutnya. Karena tak bisa mengendalikan diri, dia mengayunkan parang itu dari arah belakang korban hingga korban tewas.
Setelah itu, Banjir mengambil anaknya yang sedang mandi di bak dan membawanya keluar. Dia kemudian memberitahukan kepada tetangganya kalau dia baru saja menghabisi istrinya. Setelah itu Banjir diamankan petugas. (ang/ign)