PANGKALAN BUN - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kotawaringin Barat (Kobar) sudah dua kali membeli embrio dengan total dosis di atas 100 dosis. Saat ini yang sudah diterapkan pada transfer embrio (TE) sekitar 50 dosis.
Kepala Dinas DPKH Kobar Rosihan Pribadi melalui Kabid Sarana dan Prasarana Dedy Mulyadi menyampaikan, embrio yang dibeli merupakan hasil produksi Balai Embrio Ternak Cipelang, Bogor, Jawa Barat. Embrio tersebut dalam kemasan yang disebut straw dan dibawa ke Pangkalan Bun dengan kontainer tabung yang merendam straw berisi embrio tersebut dengan hidrogen cair bersuhu minus 194 drajat celcius.
”Yang sudah kita aplikasikan sekitar 50 dosis, sehingga dinas masih tersedia di atas 50 dosis embrio dengan bangsa ternak limosin, simmetal, aberdewn angis, peranakan ongole dan sapi perah,” ujar Dedy, Jumat (22/12) kepada Radar Pangkalan Bun.
Desy menerangkan, petugas TE yang tersedia di DPKH Kobar dalam waktu tertentu selanjutnya memilih calon indukan (resipien) yang baik untuk dititipi embrio ternak unggul tersebut. Biasanya dengan mempertimbangkan kondisi tertentu dari calon induk tersebut.
”Antara lain body score, performa reproduksi dan bangsa sapinya. Biasanya bangsa sapi yang digunakan sebagai resipien adalah bangsa sapi limosin, simmental, brahman. Adapun sapi bali sesuai SOP tidak disarankan menjadi resipien,” terang Dedy yang juga merupakan Koordinator Tim TE Kobar.
Dedy menjelaskan, seleksi calon resipien biasanya dilakukan dengan proses penyerentakkan birahi menggunakan hormon tertentu yang menyebabkan calon induk dalam jangka waktu 3 hari, secara serentak memperlihatkan gejala birahi atau minta kawin. Pada saat itu apabila memungkinkan dapat dilakukan kawin suntik.
”Selanjutnya 7 hari kemudian dapat dilakukan proses transfer atau pemasangan embrio ternak dan apabila berhasil ada 3 kemungkinan kelahiran anak yang lahir hasil IB saja, hasil TE saja atau bisa lahir kembar (hasil TE dan IB) proses ini disebut twinning IB dan TE,” jelasnya.
Selain itu, alternatif kedua, lanjut Dedy, sapi yg sudah memperlihatkan tanda tanda birahi tersebut dibiarkan tidak dilakukan proses kawin suntik. Dan pada hari ke 7 sesudah birahi dilakukan proses pemasangan embrio, bisa tunggal dan bisa ganda, tergantung kondisi induknya. Namun, apabila pemasangan ini berhasil maka akan terjadi kebuntingan dan bisa lahir sebanyak 2 ekor hasil TE yang disebut twinning TE.
Ditambahkannya, proses pemasangan embrio pada prinsipnya terdiri dari tiga tahap, proses penyiapan embrio yaitu proses kapasitas dengan membangunkan embrio dari penyimpanan di suhu minus 194 derajat celcius tersebut. Proses kedua adalah pembiusan lokal dengan lidocain atau disebut proses anestesi epidural dengan cara menyuntikkan obat bius pada sumsum tulang belakang di titik tertentu.
”Proses ketiga adalah memasukan embrio ke dalam uterus sapi sampai posisi tertentu. Biasanya sekitar pertengahan cornua uteri, selanjutnya embrio diletakkan di situ dengan alat yang disebut gun TE, alat ini lebih panjang sekitar 10 cm dari gun IB, yaitu alat untuk proses kawin suntik (IB),” tuturnya.
Untuk mencapai kualifikasi sebagai seorang petugas TE dan seorang petugas IB atau inseminator harus sudah memiliki keahlian IB (kawin suntik), keahlian PKB (petugas pemeriksa kebuntingan) yang ahli menentukan bunting tidaknya seekor sapi dan dapat memperkirakan umur kebuntingannya. Serta, sudah memiliki kualifikasi ATR (asisten teknis reproduksi) yaitu petugas yg memiliki keahlian memeriksa kondisi ovarium sapi.
”Sehingga dapat menentukan kondisi ovarium, semua keahlian tersebut dilakukan secara berjenjang di balai balai pusat PKH,” pungkasnya. (jok/oes)