SAMPIT – Di Kabupaten Kotim, jumlah petani buah melon masih bisa dihitung jari. Dampaknya ketersediaan buah tersebut dianggap masih sangat kurang atau terbatas, sehingga para penjual terpaksa memasok dari luar Kalimantan.
Salah seorang petani melon Kelurahan Tanah Mas Kecamatan Baamang Riadi mengatakan, berapa pun pasokan buah melon yang didrop ke Sampit selalu kurang karena buah itu sangat digemari konsumen. “Kalau cuma 5 ton untuk di Sampit saja masih kurang,” ucapnya, Jumat (16/3).
Menurutnya, pangsa pasar buah melon khususnya di Sampit bahkan Kalteng masih bagus. Alasannya, jumlah petani melon sangat sedikit dibanding petani padi dan sayuran.
“Kalau saya amati tidak semua petani mencoba menanam buah melon. Selain harus telaten juga harus bersabar karena buah melon itu memerlukan perawatan dan penelitian, bukan hanya sekadar ditanam kemudian dikasih pupuk setelah itu dibiarkan begitu saja,” kata Riadi.
Mengenai pemasaran, lanjutnya, tidak sulit karena banyak pengepul yang siap menampung dengan harga standar dari kebun. “Biasanya pengepul yang datang langsung ke lokasi. Ya tentunya harganya disesuaikan dalam artinya bahwa memasarkan buah melon tidaklah sulit melainkan sangat mudah,” imbuhnya.
Senada disampaikan Wawan. Petani melon di kelurahan yang sama ini mengungkapkan bahwa pangsa pasar buah melon tidak hanya di Sampit, Palangka Raya bahkan Pangkalan Bun hingga Kalimantan Barat.
“Biasanya kalau pemasaran saya tidak hanya di Sampit bahkan keluar Sampit yakni Pangkalan Bun, Palangka Raya dan Kalbar. Sekali panen 15 ton itu pun masih kurang. Artinya, kebutuhan akan buah melon sangat bagus di Kalimantan ini,” ujarnya.
Dia ikut menanam melon lantaran pangsa pasar khususnya di Kotim masih terbuka lebar, namun tanaman jenis sayuran lainnya seperti cabai, kacang panjang, tomat, dan kubis tetap ditanam sebagai tanaman pelengkap.
“Biasanya pengepul tanya-tanya apakah ada tanaman cabai, mentimun, kacang panjang atau kubis. Makanya saya siapkan juga supaya mereka bisa membeli tidak hanya satu jenis melainkan banyak pilihan,” pungkas Riadi. (fin/gus)