SAMPIT- Pengusaha kuliner di Kotawaringin Timur mengaku keberatan dengan retribusi pajak usaha kuliner sebesar 10 persen. Pengusaha juga keberatan bila pajak tersebut dibayarkan per bulan.
”Mungkin kalau ada petugas yang memungut per hari itu lebih meringankan. Misalkan warung makan bayar per hari Rp 5.000, itu lebih ringan dari pada harus bayar Rp 150.000 per bulan,” ungkap Ketua Forum Usaha Kuliner Kotawaringin Timur Zam’an, Rabu (21/3).
Demikian halnya dengan persentase besaran pungutan pajak yang senilai 10 persen setiap transaksi, pengusaha mengusulkan itu diturunkan hingga 5 persen. Menurut Zam’an, besaran 10 persen itu tidak mudah dibebankan kepada pembeli. Sebab, nilainya terlalu besar hingga berdampak terhadap harga jual makanan.
Pedagang kuliner memahi kesulitan Pemkab dalam meningkat pendapatan asli daerah (PAD) khususnya lewat pajak usaha kuliner. Namun hal tersebut menjadi dilematis bila pajak yang ditarik sebesar 10 persen.
”Memang yang bayar pengunjung namun ini berpengaruh terhadap harga jual. Pengunjung menjerit hingga daya beli melemah,” kata pria yang juga pemilik Rumah Makan Batu Mandi ini.
Zaman tak menampik bahwa besaran 10 persen sesuai aturan. Namun, nilai tersebut merupakan besaran maksimal sehingga dapat ditinjau kembali oleh Pemkab Kotim agar tidak memberatkan pedagang dan pembeli.
Ditambahkannya, penerapan pajak kuliner 10 persen kurang layak bila dipukul sama rata ke semua pengusaha atau pedagang. Beda halnya bila ditarik kepada pemilik usaha waralaba dan usaha besar seperti restoran.
Dia menyarankan pemerintah agar mencari pola terbaik dalam penagihan pajak usaha kuliner ini. Agar pengusaha terayomi tanpa terbebani. Meski memang kalau dipungut harian, harus ada alokasi khusus untuk petugas.
”Kalau 5 persen mungkin agak lebih enteng memungutnya ke pengunjung. Dari pada besar tidak telaksana, mending kecil terlaksana tapi banyak daripada tidak sama sekali,” tutupnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Kabupaten Kotim terus menggenjot PAD, salah satunya melalui sektor pajak usaha kuliner. Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) Kotim sedang menyurvei objek wajib pajak, yakni restoran, rumah makan, dan kafe. (oes/yit)