SAMPIT – Beberapa perajin rotan di Sampit mengeluhkan pasokan rotan yang makin menipis. Padahal, orderan untuk parsel hari raya Idul Fitri menumpuk.
Dani, perajin rotan di Jalan Usman Harun, harus memesan bahan baku dari Banjarmasin. Sebab, pasokan rotan yang ada di Sampit menipis. Kalau ada yang jual, harganya sangat mahal. Per kilogram mencapai harga Rp 50 ribu.
Dani terpaksa harus memesan rotan dari Banjarmasin, karena jauh lebih murah dari rotan Sampit. Ia mengaku harga rotan dari Kalimantan Selatan jauh lebih murah, yakni Rp 30 ribu per kilogram. Itu sudah termasuk ongkos kirim ke Sampit.
Diakuinya, para pengusaha rotan yang ada di Kabupaten Kotawaringin Timur tak memedulikan para perajin sepertinya. ”Dari sekian banyak perajin rotan, hanya ada beberapa yang bertahan. Yang lainnya gulung tikar. Kalau kami ini tidak didukung, pemerintah bisa kehilangan salah satu sektor industri kreatifnya,” tegasnya.
Berdasarkan penuturan Dani, kerajinan rotan di Sampit sudah ada sejak 1980-an. Saat itu ada sekitar hampir 30-an perajin. Karena kebakaran pada tahun 1990-an, perlahan industri rumahan tersebut berkurang.
Semakin minimnya pasokan rotan dari petani juga memicu surutnya kerajinan tangan masyarakat lokal itu. Ditambah lagi tak adanya perhatian pemerintah terhadap para perajin, membuat bisnis tersebut makin tak memiliki pangsa pasar.
Menanggapi hal itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Rotan Kabupaten Kotawaringin Timur Dadang H Samsu mengatakan, apapun keluhan dari para perajin rotan akan disuarakannya di dewan.
”Sebab, perjalanan hidup saya hingga sampai duduk di kursi dewan juga tak lepas dari rotan. Saya tahu betul, perasaan rekan-rekan perajin dan juga petani rotan. Apapun keluhan mereka, saya akan suarakan di berbagai kesempatan rapat,” ungkap anggota komisi III DPRD Kotawaringin Timur ini.
Dadang menyayangkan Peraturan Kementerian Perdagangan (Permendag) Nomor 35 Tahun 2017 soal ekspor rotan. Peraturan tersebut secara tak langsung mematikan mata pencaharian para petani rotan, yang berimbas pada tidak stabilnya harga rotan yang ada.
”Saya prihatin soal peraturan ekspor rotan yang dikeluarkan oleh kementerian perdagangan. Peraturan tersebut menyebabkan harga rotan tidak stabil yang berimbas pada berkurangnya pendapatan para petani rotan,” tandasnya. (ron/yit)