SAMPIT – Ulama yang ada di Sampit menegaskan agar bulan suci Ramadan tak dijadikan ajang unjuk emosi. Sebab hal itu dapat memicu terjadinya konflik yang dikhawatirkan mengotori nilai-nilai kesucian bulan puasa.
Seperti diungkapkan pimpinan pondok pesantren Darul Aitam, KH Yusuf Al Hudromy, bahwa setiap muslim sejati tak bakal menonjolkan emosinya. Karena bagi seorang muslim, sabar dalam bulan puasa harus diutamakan untuk menjaga keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT.
”Islam itu agama yang damai. Apa lagi pada saat Ramadan. Siapapun umat Islam tak boleh mengutamakan emosinya. Selain dilarang di mata Allah SWT, juga memicu pertikaian. Bulan ini (Ramadan) penuh berkah. Kita harus sama-sama jaga kesuciannya,” ujarnya, Minggu (20/5) kemarin.
Hal senada diungkapkan oleh Abu Zulkarnain, salah satu ulama di Sampit. Ia mengatakan, sejatinya, umat Islam tak boleh menonjolkan hawa nafsu ketika memasuki bulan Ramadan.
”Bulan ini berkah sekali. Diharamkan di dalamnya untuk berbuat maksiat. Sebab, dosanya dua kali lipat,” katanya.
Yang dikatakan ulama tadi, juga merupakan sikap terhadap aksi teror yang ada di beberapa daerah di Indonesia. Juga sebagai bentuk penolakan terhadap aksi pidana yang ada di Kotim. Khususnya peredaran narkoba.
Pantauan Radar Sampit, empat hari dilaksanakannya puasa, tingkat kriminlitas menurun. Warung-warung yang buka pada siang hari di hari-hari biasa juga terpantau tertib. Bahkan kebanyakan tutup. Walau tak semua.
Kasat Pol PP Kotim, Rody Kamislam juga menegaskan, sebulan dilaksanakannya puasa, seluruh aktivitas yang mengganggu ketertiban wajib distop. Sebab, saat ini pihaknya sedang gencar menertibkan beberapa warung yang diduga remang-remang.
”Kalau ada yang mengganggu ketertiban akan kami (Pol PP) amankan. Tak peduli siapapun. Saat ini kami lagi menggaungkan ketertiban selama Ramadan. Tak boleh ada yang menonjolkan emosi, ego dan kepentingan sendiri untuk mendapatkan keuntungan apapun dengan mengenyampingkan kemuliaan bulan Ramadan,”pungkasnya. (ron/gus)