SAMPIT – Perseteruan antara PT Biru Kenyala Damai Sentosa (BKDS) yang bergerak di sektor transpostir bahan bakar minyak (BBM), dengan Ramlin Mashur, mulai panas. Itu setelah lima unit truk perusahaan itu dirampas Pengadilan Negeri Sampit untuk disita dan dilelangkan, Rabu (1/8 ) lalu.
Bos minyak pun melawan. Perlawanan itu dilayangkan melalui Pengadilan Negeri Sampit oleh Margi B Sunardi, sebagai pihak yang merasa dirugikan. Dia menggandeng kuasa hukum Fachri Mashuri dan L Duliarman P Sinurat.
”Gugatan perlawanan sudah kami ajukan ke Pengadilan Negeri Sampit," kata Duliarman, Jumat (17/8 ).
Dalam perlawanan itu, Terlawan I adalah Ramlin Mashur dan Terlawan II Yusoa . Mereka keberatan atas eksekusi lima unit truk itu. Nomor polisi truk yang disita, yakni KH 8824 FB, KH 8223 FE, KH 8224 FE, KH 8822 FB, dan KH 9472 FB.
”Pelawan tidak pernah mengetahui adanya sengketa keperdataan antara Terlawan I dan Terlawan II. Bahkan, Pelawan tidak pernah digugat oleh Terlawan I," katanya.
Pelawan beranggapan lima truk yang dieksekusi itu bukan milik Yusoa, melainkan milik Margi. Hal itu sesuai akta rapat umum pemegang saham luar biasa PT BKDS. ”Lima unit truk itu milik klien kami, bukan milik Yusoa," tegasnya.
Lima unit truk PT BKDS itu dieksekusi PN Sampit setelah mereka masih tersisa utang bisnis minyak dengan Ramlin sekitar Rp 462 juta. Tiga unit dieksekusi di Jalan Tjilik Riwut, Kecamatan Baamang, dan dua unit di Jalan Nyai Enat, Kecamatan MB Ketapang.
Dua unit truk PT BKDS yang dieksekusi di Jalan Nyai Enat itu namanya sudah diganti menjadi PT Kemilau Makmur Abadi, yang saat itu dalam penguasaan Margi. Namun, oleh Pengadilan, tetap dieksekusi karena tercatat sebagai aset PT BKDS, setelah Yusoa dan PT BKDS sepakat membayar utangnya dengan Ramlin.
Terpisah, Ramlin Mashur menuding ada iktikad buruk pihak BKDS, yakni ingin mengalihkan aset milik PT BKDS agar terlepas dari utangnya, termasuk utang dengan Ramlin.
”Perlu diketahui. Yang saya gugat secara perdata pada 2016 lalu yang berujung damai itu bukan hanya Yusoa selaku direktur utama PT BKDS, tapi juga perusahaannya PT BKDS. Kalau sekarang, Margi merasa memiliki PT BKDS, ia harus paham dan tahu. Masa mau ambil perusahaannya saja tanpa mau melunasi utangnya," kata Ramlin.
Menurut Ramlin, utang sebesar Rp 462 juta itu merupakan sisa uang bisnis antara dia dengan PT BKDS. Dia menuturkan, Margi masuk sebagai direktur saat itu bersama Jonathan Ing Ismail di PT BKDS.
Ramlin mengatakan, baik Margi maupun Jonathan, mengetahui utang tersebut. Karena itu, dia meminta agar jangan sampai seolah-olah dirinya yang mengambil aset orang lain.
”Kalau itu aset orang, tak saya ambil. Makanya Pengadilan berani menyita, karena yang punya utang itu PT BKDS. Bahkan, truk itu sampai saat ini atas nama PT BKDS, bukan atas nama Margi," tegasnya.
Dia menambahkan, akan berbeda jika truk tersebut atas nama orang lain. Meski dalam perjalanannya, dua dari lima unit truk itu saat dieksekusi Pengadilan Negeri Sampit beberapa waktu lalu namanya sudah diganti menjadi PT Kemilau Makmur Abadi.
Ramlin menyesalkan sikap Margi yang baru sekarang melakukan perlawanan. Apalagi sitaan itu masuk tahap pelelangan. Menurut dia, perlawanan itu salah alamat. Apalagi dia ikut digugat dalam masalah itu. Padahal, eksekusi itu dilakukan Pengadilan Negeri Sampit, setelah Direktur Utama PT BKDS Yusoa sepakat membayar sisa utangnya melalui upaya mediasi di PN Sampit.
”Kalau dari awal keberatan, kenapa dulu sepakat dan siap menyatakan membayar utang? Diberi waktu lima bulan karena tidak bisa membayar lima truk itu mulai disita oleh Pengadilan pada November 2017 lalu. Nah, saat itu kenapa tidak melawan? Ada apa ini? Kenapa baru sekarang?" tegasnya.
Ramlin yakin ia dalam posisi yang benar. Bahkan, menurutnya, saat gugatan perdata yang diajukannya, Margi dan Jonathan Ing Ismail selaku direktur PT BKDS, juga pernah diminta hadir, namun mereka menolak. Saat itu Yusoa hadir sendirian sekaligus mewakili PT BKDS.
”Jadi, alasan apa lagi? Kalau menyebut tidak pernah tahu ada gugatan, itu bohong! Jangan seperti itu. Margi dan Jonathan itu direktur saat itu, bahkan ia mengakui dalam gugatan itu masih di PT BKDS, sementara utang tidak mengetahui," tegasnya.
Ramlin menjelaskan, dalam perjalanannya, uang miliknya itu digunakan Yusoa atau pihak lain, bukan urusannya. Hal itu urusan internal PT BKDS, karena uangnya saat itu diserahkan ke PT BKDS untuk bisnis minyak.
Kasus itu berawal ketika Ramlin ikut bisnis BBM melalui perusahaan PT BKDS. Dia menanam saham dengan total sekitar Rp 3 miliar. Namun, dalam perjalanannya, keuntungan bisnis itu macet. Saham miliknya tersisa Rp 2,1 miliar. Karena tidak juga diberi keuntungan, Ramlin menarik sahamnya itu, namun hanya diberi tanah oleh Yusoa.
Tanah itu dijual, tapi tidak mampu menutupi total uang modal. Masih ada tersisa Rp 462 juta. Dalam mediasi, Yusoa sepakat membayar. Saat itu dijaminkan lima unit truk. Namun, dalam perjalanannya, Yusoa ingkar, sehingga Ramlin mengajukan eksekusi. (ang/ign)