PALANGKA RAYA – Gempa yang melanda Palu, Donggala, dan Sigi di Sulawesi Selatan menorehkan rasa iba di hati para alumnus SMPN 3 Palangka Raya. Reuni yang digagas untuk memperingati hari ulang tahun sekolah (HUT) ke-41, jadi momentum para alumnus dan pelajar di sekolah yang terletak di Jalan Rajawali (dulu Jalan Kutilang) untuk berbagi.
Secara spontan angkatan 89 dan angkatan 94, guru-guru, dan pensiunan pendidik yang hadir di sekolah tersebut mengumpulkan donasi serta menyerahkannya secara resmi melalui Kepala SMPN 3 Palangka Raya Gunardi kepada Kepala Dinas pendidikan (Disdik) Kota Palangka Raya Sahdin Hasa. Itu disaksikan Ketua Panitia Reuni angkatan 89 Yoyok Winharto, untuk diteruskan kepada para korban gempa.
“Saya sangat mengapresiasi sekali apa yang sudah dilakukan para alumnus SMPN 3 dalam acara reuni, juga spontanitas adik-adik pelajar. Kiranya ini bisa bermanfaat bagi para korban,” ucap Sahdin di sela-sela kegiatan yang diisi juga dengan hiburan, kesenian daerah serta pemberian tali asih bagi para guru yang sudah pension dan pernah mengajar angkatan 89, di halaman sekolah, Rabu (10/10).
Sementara itu, Ketua Panitia Yoyok juga menyebut, donasi yang dilakukan ini merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap penderitaan para korban kendatipun jumlahnya tak banyak. “Kami harap itu paling tidak sedikit meringankan penderitaan para korban gempa, kami ingin berbagi, selain berdoa bagi keselamatan mereka di sana,” ungkapnya.
Mantan Wakil Wali Kota Palangka Raya Mofit Saptono Subagyo menyebut, masa-masa di sekolah masa yang penuh kenangan dan kesan. Bahkan, mampu membentuk karakter dan kepribadian yang mumpuni saat meniti karier masa depan. Kesan inilah yang diungkapkan Mofit, salah satu alumnus dari angkatan 81.
“Dulu itu SMP 3 belum seperti sekarang, saya harus jalan kaki menuju sekolah dari Jalan Kapuas (berjarak sekitar 5 Km, Red). Belum ada angkutan umum, yang paling saya ingat dari sekolah bisa berenang di jembatan kuning (anak sungai berjarak sekitar 3 Km dari sekolah, Red),” ucap Mofit.
Sulitnya kondisi menuju sekolah, serta lingkungan kala itu, ucap Mofit, justru membentuk karakternya. “Saya bersyukur, karena kondisi yang sulit itu justru membentuk karakter saya seperti sekarang ini,” ungkapnya.
Terkait keberadaan sekolah Adiwiyata (sekolah berwawasan lingkungan) ini, Mofit berkeyakinan lima tahun mendatang, sekolah tersebut akan menjadi rujukan bagi Palangka Raya wilayah barat. Karena itu ia mendesak agar sekolah terus berbenah, dengan dukungan dari semua pihak.
Untuk diketahui, dalam reuni juga dilakukan penyerahan pohon secara simbolis, dan penyerahan buku kurikulum 2006 bagi SMPN 16 yang masih menggunakan kurikulum tersebut. (vin/arj)