SAMPIT – Kabut asap akibat kebakaran lahan terus memakan korban, terutama kalangan pelajar yang harus mendapat penanganan medis. Sejumlah pelajar dilarikan ke Puskesmas karena sesak napas akibat terhirup asap.
”Sudah ada tiga orang pelajar di tempat kami yang harus dibawa ke Puskesmas. Mereka mengeluhkan sesak napas dan batuk-batuk,” ungkap Kartina, Kepala SMP Negeri 6 Sampit, Kamis (10/9).
Agar tak banyak pelajar yang sakit, sekolah menunda jam masuk sekolah. Selain itu aktivitas di luar ruangan juga ditiadakan. Kondisi asap yang pekat juga dikeluhkan orangtua pelajar. Bahkan, beberapa warga ada yang telah melarang anaknya sekolah karena khawatir terhadap kesehetan anaknya.
”Dari pihak sekolah belum ada meliburkan, tapi melihat kondisi asap semakin pekat, maka saya larang dulu. Kalau dibiarkan bahaya juga, apalagi bagi yang berkendaraan sendiri,” kata Isur, warga Desa Telaga, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
Tak hanya Isur, warga lainnya juga khawatir dengan kondisi kesehatan anak mereka. Terutama bagi warga yang anaknya masih Taman Kanak-Kanak. Saat ini sudah banyak masyarakat yang mengeluh sakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat terhirup asap. Untuk menghindari penyakit, warga menggunakan masker saat berada di luar ruangan.
Kepala Dinas Pendidikan Kotim Suparmadi menjelaskan, sampai Kamis pagi, pihaknya belum membuat kebijakan meliburkan sekolah. Alasannya, karena kondisi saat ini masih disiasati dengan mengundur jam pelajaran sekolah.
”Anak TK dan SD waktu masuk sekolah diundur menjadi pukul 08.00, sedangkan waktu pulangnya disesuaikan. Daerah lain yang meliburkan sekolah jangan dijadikan patokan, karena kondisi di daerah kita berbeda. Kualitas udara di Sampit tidak sehat, sedangkan di Palangka Raya sudah berbahaya, makanya sekolah di sana diliburkan," kata Suparmadi.
Menurutnya, tidak semua kecamatan di Kotim dilanda asap parah. Untuk itu, kebijakan yang diambil saat ini adalah kelonggaran waktu masuk sekolah. Namun jika kabut asap terus bertambah parah, kebijakan itu akan dievaluasi secepatnya.
Sementara itu, berdasarkan informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Bandara H Asan Sampit, titik panas berkurang dibanding sebelumnya. Kemarin (10/9), terdeteksi sebanyak 46 titik di Kotim, menurun dibanding sebelumnya yang mencapai 204 titik yang tersebar hampir di setiap kecamatan.
”Titik panas terdeteksi hari ini (kemarin) ada sekitar 46 titik, yakni Kecamatan Baamang 1 titik, Kotabesi 9 titik, Mentaya Hilir Selatan 1 titik, Mentaya Hilir Utara 1 titik, Parenggean 5 titik, Pulau Hanaut 12 titik, Seranau 4 titik dan Teluk Sampit sebanyak 12 titik,” jelas Yulida Warni, Kepala BMKG Bandara H Asan Sampit.
Libur Sekolah Bukan Solusi
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Kotim menilai, meski asap semakin pekat dan membahayakan kesehatan, bukan berarti aktivitas sekolah ditiadakan atau diliburkan. Kegiatan belajar mengajar bisa dilaksanakan dalam ruangan tertutup. Dibanding meliburkan sekolah, pemangkasan jam belajar dinilai lebih bagus.
”Meliburkan bukan solusi, yang penting kegiatan luar ruangan ini harus diminimalisir termasuk sampai kegiatan di sore hari. Tapi itu menyesuaikan dengan kondisi lapangan juga,” katanya.
Menurut Rimbun, jam masuk sekolah harus diundur minimal satu jam dari waktu normal. ”Setiap pagi saya antar anak saya ke sekolah melihat situasi jalanan berkabut. Saya lihat sudah berbahaya. Karenannya, mundur jam masuk lebih tepat,” kata Rimbun. (oes/ang/ign)