PALANGKA RAYA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI Yohana Susana Yembise mengharapkan pemerintah daerah menyikapi persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang sering terjadi.
Menurutnya, kaum perempuan juga masih banyak mengalami tindak kekerasan, baik fisik, psikis, dan seksual. Bahkan tidak jarang perempuan menjadi korban perdagangan orang dan mendapat stigma negatif.
”Kondisi ini tambah berat bebannya dengan maraknya pornografi dan obat-obat terlarang lainnya, di mana sebagian besar korbannya kelompok anak,” katanya saat kunjungan kerja sekaligus Peringatan Hari Ibu ke-90, Rabu (12/12).
Kementerian PPPA sudah mengeluarkan tiga program prioritas yang dikenal dengan istilah tiga akhiri. Tujuannya, menekan angka kekerasan terhadap perempuan. Tiga poin tersebut di antaranya, akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan manusia, dan akhiri ketidakadilan akses ekonomi bagi perempuan.
Program prioritas tersebut marak disosialisasikan kepada berbagai pihak, terutama kalangan masyarakat. Meski demikian, dia mengakui angka kekerasan belum berkurang signifikan. Demikian juga, praktik diskriminasi terhadap perempuan, masih sering terjadi.
”Seluruh pemangku kepentingan yang masih memiliki kepedulian terhadap persoalan yang dihadapi kaum perempuan, agar praktik diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dihilangkan,” katanya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kalteng Fahrizal Fitri mengatakan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar hak perempuan bisa lebih baik. Terutama dalam hal menekan angka kekerasan.
Kalteng saat ini menjadi salah satu Provinsi Pilot Project penyusunan Sistem Peradilan Pidana Terpadu terhadap perempuan yang digagas Komnas Perempuan bersama lembaga Dewan Adat Dayak (DAD) untuk perlindungan perempuan.
”Selain itu, ada juga penguatan ketahanan keluarga melalui peningkatan pendidikan dan partisipasi pemuda dalam pendidikan wajib belajar 12 tahun,” ucap Fahrizal.
Pemerintah juga melakukan penguatan sektor kesehatan dalam upaya pengentasan masalah stunting yang tergolong tinggi. Selain itu, melalui Surat Edaran Gubernur, pemerintah berupaya mencegah dan menghapus perkawinan usia anak, mengingat Kalteng termasuk urutan kedua tertinggi pernikahan dini setelah Kalimantan Selatan.
”Dari sisi kesetaraan gender, banyaknya perempuan menjabat kepala instansi di lingkungan Pemprov Kalteng, karena Gubernur Sugianto Sabran menganggap perempuan lebih teliti dan cerewet dalam mengurus berbagai hal,” pungkasnya. (sho/ign)