SAMPIT – Terbitnya peta terbaru dari Pemkab Kotim di pengujung tahun 2018 bisa memicu sengketa lahan antarwarga maupun antardesa. Sebab, terjadi pergeseran batas wilayah antardesa, seperti yang terjadi di batas Desa Manjalin, Desa Kabuau, Kecamatan Parenggean dengan Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga Hulu. Tapal batas desa terbaru ini dinilai bertentangan dengan Perda Nomor 39 Tahun 2006 tentang Pemekaran Desa.
“Masalah ini yang jadi penyebab sengketa lahan muncul, dan sengketa ini antarkelompok karena awalnya di situ memang objeknya masuk ke wilayah Desa Bukit Raya,” kata Kristian Jonson, tokoh masyarakat Desa Bukit Raya , Senin (7/1).
Jonson mengaku sebagai ketua tim pemekaran desa tahun 2006 silam. Dia paham tentang tapal batas Desa Bukit Raya yang sudah dituangkan dalam sebuah Peraturan Daerah Kotim Nomor 39 Tahun 2006.
Di dalam perda itu, Desa Bukit Raya berbatasan dengan Desa Bukit Batu dan Desa Sudan. Sebelah utara Desa Bukit Raya berbatasan dengan Desa Tehang Kecamatan Parenggean, sebelah timur berbatasan dengan Desa Karuing dan Sudan. Sebelah selatan ada Desa Parit dan Rubung Buyung.
”Saya saat itu tim pemekaran, saya tahu persis. Peta terbaru menyebabkan sejumlah lahan masyarakat Desa Bukit Raya masuk ke Kecamatan Parenggean,” kata Jonson.
Dia waktu itu bertugas sampai dibentuknya Desa Bukit Raya menjadi desa definitif. Tetapi sayangnya setelah menjadi definitif, pergeseran batas desa itu mulai terjadi. Bahkan pergeseran itu dianggapnya sudah menyalahi ketentuan dalam perda pemekaran desa. Anehnya lagi pelanggaran itu berasal dari pemerintah daerah itu sendiri. “Jadi batas desa itu sudah ada koordinatnya di dalam perda itu,” kata dia.
Dia menyebut, saat ini muncul konflik kelompok tani karena wilayahnya diklaim masuk ke wilayah Kecamatan Parenggean. Padahal lahan itu awalnya ada di Desa Bukit Raya. Dia menyarankan agar warga desa tetap berpegang kepada perda pemekaran sebelumnya.
”Mestinya kepala desa harus mempertahankan sesuai dengan perda. Kalau memang sesuai dengan perda, lahan kelompok tani itu masuk ke Desa Bukit Raya. Sengketa lahan itu awalnya dari pemerintah daerah juga, karena tapal batas seperti ini,” tandasnya.
Sebelumnya, Sejumlah warga Desa Bukit Raya Kecamatan Cempaga Hulu resah. Musababnya, wilayah desa itu diklaim masuk Desa Manjalin dan Desa Kabuau, Kecamatan Parenggean. Akibatnya, ribuan hektare kebun dan lahan masyarakat Bukit Raya masuk dalam wilayah administrasi desa lainnya. Padahal, sebelumnya lahan itu masuk wilayah Bukit Raya.
Berkurangnya luas lahan desa itu setelah terbitnya peta terbaru untuk wilayah administrasi Pemerintah Desa Bukit Raya dari Pemkab Kotim di pengujung tahun 2018.
Peta itu dianggap sangat bertentangan dengan aturan sebelumnya, yakni Perda Nomor 10 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan Cempaga Hulu dan Perda Nomor 39 tentang Pemekaran Desa Bukit Raya tahun 2006. (ang/yit)