SAMPIT – Kelangkaan elpiji 3 kilogram di Sampit hampir sama dengan kasus kelangkaan BBM subsidi beberapa tahun silam. Saat itu pemerintah daerah bersepakat membentuk tim pengawasan pendistribusian BBM subsidi.
”Ini kasus elpiji sama seperti kasus kelangkaan BBM beberapa tahun silam, sehingga saat itu membentuk Tim BBM,” kata salah satu personel tim BBM saat itu, Audy Valen, Selasa (8/1).
Audy menduga kelangkaan elpiji 3 kilogram ini terjadi di tingkat agen sehingga pangkalan menjual dengan harga tinggi. Tabung gas diduga juga diedarkan kepada pihak tertentu sebelum sampai ke tangan masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi.
”Kita mendesak Pemkab Kotim mengaktifkan kembali Tim BBM dan elpiji bersubsidi guna membongkar sindikat permainan harga. Sebab selama ini tim gabungan tidak pernah lagi turun lapangan, makanya agen dan pangkalan berbuat semaunya terhadap harga elpiji subsidi ini,” kata Audy Valen.
Menurutnya, pemerintah daerah tidak boleh berdiam diri menyikapi kondisi ini, meski kewenangan pertambangan dan energi bukan ada di tangan pemkab.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Kotim Rudianur mengusulkan agar komisi II dan Pemkab Kotim membentuk tim pengawas distribusi elpiji subsidi. Kelangkaan elpiji melon disebabkan ketidakberesan distribusi. Dia menduga ada mafia elpiji subsidi di pasaran.
Rudi akan rapat bersama Pemkab Kotim dalam waktu dekat ini. Pihaknya akan berusaha mencari solusi guna menstabilkan gas elpiji 3 kg di pasaran.
Kelangkaan ini tidak hanya di kota, tapi juga di desa-desa. Masyarakat menanyakan dimana jual tabung gas. Walaupun ada, harganya sudah tidak sesuai HET. Satu tabung gas elpiji saja kadang dijual Rp35 ribu. (ang/yit)