SAMPIT – Kelangkaan gas elpiji subsidi 3 kilogram masih dikeluhkan masyarakat Kotim hingga ke pelosok desa. Akibat kelangkaan tersebut, banyak pedagang pangkalan maupun pedagang eceran mematok harga melampaui batas kewajaran.
Camat Pulau Hanaut Eddy Mashami mengatakan, penjualan gas elpiji yang dijual di pasaran beragam, mulai dari Rp 35 - Rp 60 ribu. Di Desa Bapinang Hulu, berkisar antara Rp 35 – Rp 40 ribu, Desa Bantian Rp 50 – Rp 55 ribu. Kemudian, di Desa Satiruk, gas elpiji ada yang mencapai hingga Rp 60 ribu per tabung.
Menurutnya, harga segitu sangat tidak wajar jika melihat harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah untuk agen, yakni sebesar Rp 15.250 dan pangkalan Rp 17.250. Permainan harga itu belum bisa dikontrol karena berbagai alasan yang dilontarkan pedagang.
”Di wilayah Kecamatan Pulau Hanaut ini, barang sebenarnya jarang kosong, tetapi harganya saja yang jauh melampaui HET. Kalaupun kosong, paling lama sampai dua hari,” kata Eddy Mashami, Kamis (24/1).
Saat gas elpiji kosong, lanjut Eddy, masyarakat Pulau Hanaut terpaksa mencari ke Kecamatan Mentaya Hilir Selatan. ”Kalau sudah kosong, masyarakat sini terpaksa banyak yang membelinya ke Samuda yang harganya berkisar antara Rp 35 – Rp 40 ribu per tabung,” ujarnya.
Eddy menduga elpiji dijual ke wilayah lain. Namun, dia tidak tahu lokasi pastinya. ”Fakta di lapangan tidak hanya di Sampit, bahkan di sini. Begitu barang sampai di pangkalan, misalnya pagi datang, belum sampai sore barang sudah habis. Saya juga belum mengetahui pasti penyaluran distribusi elpiji maupun penjualan itu dijual ke mana,” katanya.
Berdasarkan hasil pertemuannya belum lama ini ke Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalteng, Distamben Provinsi Kalteng akan membentuk tim satgas untuk menelusuri masalah itu.
”Regulasi pembentukan Tim Satgas termasuk pelimpahan kewenangannya ke kabupaten akan segera dilakukan, terutama untuk pengawasan elpiji. Di Kotim ini nantinya ada enam pangkalan resmi yang dipandang cukup. Tinggal pengawasannya saja, karena elpiji ini adalah barang bersubsidi,” ujarnya.
Berdasarkan hasil usulan distribusi penyaluran, enam pangkalan resmi yang dipercayakan sebagai penyalur, mendistribusikan elpiji ke-17 kecamatan yang terdiri dari 168 desa/kelurahan. Untuk kelancarannya memberdayakan BUMDes di setiap desa.
”Karena sulitnya warga mencari gas elpiji serta jauhnya jangkauan penyaluran distribusi elpiji 3 kg, maka diusulkan agar idealnya satu desa/kelurahan paling sedikit memiliki 1 agen atau pangkalan yang diberdayakan melalui BUMDes,” tandasnya. (hgn/ign)