NANGA BULIK - Persidangan mantan Kepala Desa Bunut, Ujang bin Ali (46) sudah mendekati tahap akhir. Kasusnya kembali disidangkan dengan agenda menyampaikan pembelaan atau pledoi, Jumat (5/4) kemarin
Namun karena isi pembelaan cukup panjang dan kondisi ruangan tidak memungkinkan akibat hujan deras, nota pembelaan yang disampaikan oleh kuasa hukumnya, Bambang SH langsung diserahkan ke jaksa dan hakim.
Namun menariknya, saat diberi kesempatan memberikan pembelaan secara lisan, Ujang tak kuasa menahan air matanya. Istri dan keluarganya yang hadir dipersidangan juga ikut dalam suasana haru itu.
“Seandainya saya memang salah, saya minta maaf,” ujarnya terisak dan kalimat selanjutnya sudah tidak terdengar jelas lagi.
Sementara itu melihat terdakwa menangis, Hakim Ketua Tommy Manik langsung meminta agar terdakwa menenangkan diri. Menurutnya jika memang bersalah maka pasti akan di hukum, dan jika tidak bersalah pasti akan dibebaskan.
“Hadapi dengan tabah, jangan cengeng, sudah ada dukungan dari keluarga. Bagaimanapun ini jalan hidup,” ucap pria yang juga ketua PN Nanga Bulik ini.
Setelah mendapat salinan nota pembelaan, jaksa penuntut umum sempat meminta waktu seminggu lagi untuk memberikan tanggapan atas pembelaan. Namun hakim menolaknya, mengingat Ujang sendiri merupakan salah satu calon anggota legislatif. Sehingga butuh kepastian hukum sebelum pelaksanaan pemilu.
“Jadi tanggapan atas pembelaan dari JPU akan kita laksanakan Senin (8/4). Tanggal 10 harus sudah putus. Karena kita akan menggelar pesta demokrasi, jadi harus secepatnya tidak bisa ditunda, sebab setelah itu akan masuk minggu tenang,” cetusnya.
Ujang sendiri didakwa dengan Pasal 242 ayat 2 KUHP, yakni memberikan keterangan palsu di atas sumpah dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa dan tersangka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Dalam sidang sebelumnya ia telah dituntut oleh JPU dengan pidana penjara 2 tahun.
Saat dikonfirmasi, kuasa hukum terdakwa dari Posbakumadin (pos bantuan hukum advokat Indonesia) Lamandau, Bambang SH menegaskan bahwa berdasarkan fakta persidangan, kliennya tidak bersalah. Ini karena Ujang tidak merasa menandatangani surat pernyataan bahwa lahan sudah dikompensasi oleh PT Gemareksa . Dan terdakwa juga tidak merasa telah menandatangani surat akta jual beli tanah tersebut.
“Dia merasa tidak memberikan keterangan palsu dalam persidangan Rohansyah, karena tidak mengetahui adanya kedua surat tersebut. Sehingga kedua surat yang muncul dalam persidangan itu diduga dengan tandatangan palsu,” jelasnya.
Karena tidak memenuhi unsur Pasal 242 ayat 2 KUHP dimaksud, maka penasehat hukum meminta agar Hakim menyatakan seluruh dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 242 ayat (2) KUHPidana.
“Sehingga dapat membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum. Serta mengembalikan harkat dan martabat terdakwa seperti semula,” tegasnya. (mex/sla)