Berawal dari seorang jurnalis, kini menjadi politikus. Dulu menyampaikan aspirasi masyarakat melalui produk jurnalistik, kini akan berjuang melalui lembaga legislatif demi menelurkan regulasi-regulasi yang berpihak kepada rakyat. Itulah yang menjadi alasan utama Muhammad Arsyad mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kotawaringin Timur.
Kiprahnya di Kabupaten Kotawaringin Timur mulai terlihat ketika dirinya ditugaskan Kaltim Pos Group untuk merintis pendirian koran harian Radar Sampit tahun 2006. Saat itu Radar Sampit belum memiliki kantor sehingga harus menyewa gedung milik Bulog di Jalan MT Haryono. Dengan kondisi serba terbatas, Radar Sampit mampu tumbuh dan berkembang. Tahun keempat setelah berdiri, Radar Sampit di bawah kepemimpinan Arsyad mampu membangun sendiri gedung di atas lahan yang luas dan strategis di Jalan MT Haryono.
Menurut pria kelahiran Parebok 14 November 1974 ini, sebuah kota bisa maju jika memiliki media massa yang kuat, yang mampu menjalankan perannya sebagai kontrol sosial. Sebab, pemberitaan media berdampak terhadap kinerja pemerintahan agar tidak asal-asalan. Selain itu, media juga mampu membangun opini publik. Jika media massa kritis, maka masyarakat juga akan terpengaruh untuk ikut berpikir kritis.
Tahun 2013, dia mengundurkan diri sebagai pimpinan perusahaan Radar Sampit. Kecintaannya yang besar terhadap tanah kelahiran, membuatnya enggan meninggalkan Kotawaringin Timur.
”Saya totalitas membangun Radar Sampit karena motivasinya ingin membangun Kotawaringin Timur melalui jalur media massa. Saat saya dipindahtugaskan ke Banjarmasin, saya mengundurkan diri secara baik-baik. Saya meyakini tetap bisa berkontribusi bagi daerah ini dengan cara lain,” kata lulusan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin ini.
Mundur dari Radar Sampit, Arsyad putar haluan menjadi pengusaha jasa konstruksi. Idealisme sebagai jurnalis tetap dibawanya saat menjadi kontraktor. Dia selalu berihtiar untuk menghindari kecurangan dalam melaksanakan proyek. Sebab, perbuatan curang sama halnya merampas hak banyak orang.
Selama menjadi pengusaha, dia merasa gelisah melihat nasib para petani sawit swadaya yang sering kali kesulitan menjual hasil panen. Saat puncak panen, pabrik kelapa sawit (PKS) milik perkebunan besar sering kali tidak mampu menampung buah dari petani mandiri. Pabrik sudah dipenuhi oleh pasokan buah dari internal perusahaan.
”Kondisi ini sangat merugikan petani, karena tidak memiliki kepastian dalam menjual sawit,” ujar caleg dari Partai Golkar untuk daerah pemilihan Kotim 4 (Cempaga, Cempaga Hulu, Kotabesi).
Karena itulah Arsyad mulai fokus mencari investor untuk membuka pabrik kelapa sawit. Pabrik yang tidak memiliki kebun sendiri ini (PKS nonkebun) akan benar-benar mengandalkan pasokan sawit dari petani mandiri. Dampaknya, petani mandiri akan mendapatkan kepastian dalam menjual sawit dengan harga yang lebih kompetitif.
”Kalau tidak ada PKS nonkebun, harga sawit cenderung anjlok saat puncak panen. Bahkan sawit tidak tertampung oleh PKS milik perkebunan,” ujar ayah dari tiga anak ini.
Akhirnya tahun 2017, dia berhasil meyakinkan investor untuk membuka pabrik kelapa sawit di Kalteng. Setelah mengurus perizinan selama 1,5 tahun, pabrik bisa beroperasi di Desa Rungau, Kecamatan Danau Seluluk, Kabupaten Seruyan.
Dia menyebut, tidak semua petani bermitra dengan perkebunan kelapa sawit. Tidak semua petani berdekatan dengan pabrik kelapa sawit. Maka, keberadaan PKS nonkebun bisa menjadi penyelamat bagi petani sawit mandiri.
Dia juga menilai bahwa Kotawaringin Timur butuh PKS nonkebun. Sebab, banyak warga Kotawaringin Timur yang menjadi petani sawit. BPS Kotim mencatat, sektor perkebunan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, diketahui bahwa sebesar 79,58 persen rumah tangga pertanian bekerja di subsektor perkebunan. Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan subsektor perkebunan.
Kotawaringin Timur merupakan kabupaten dengan jumlah perkebunan kelapa sawit terbanyak dan terluas di Provinsi Kalimantan Tengah. Perkebunan kelapa sawit tersebut tersebar di seluruh kecamatan. Kecamatan yang mendominasi yaitu Kecamatan Cempaga Hulu, Parenggean, Tualan Hulu, Cempaga, dan Mentaya Hulu.
Pada tahun 2017, persentase luas areal perkebunan sawit Provinsi Kalimantan Tengah sebagian besar ada di Kotim (36,62 persen). Hasil produksi kelapa sawit Kabupaten Kotawaringin Timur mampu menyumbangkan 57,78 persen dari total produksi kelapa sawit yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah jika dibandingkan dengan tiga kabupaten lain yang juga memiliki luas kebun yang relatif besar di Provinsi Kalimantan Tengah.
”Saat ini, setidaknya Kotim butuh tiga PKS nonkebun untuk menampung sawit dari petani mandiri. Kami bisa mendatangkan investor asalkan pemerintah daerah mau membuka diri. Dengan menjadi anggota legislatif, saya bisa mendorong agar pemerintah membuka diri untuk investor PKS nonkebun. Ini jelas-jelas mendatangkan manfaat bagi petani sawit. Petani akan semakin sejahtera, dan perekonomian daerah akan semakin maju,” ujarnya.
Lebih lanjut Arsyad juga akan fokus memperjuangkan sektor pendidikan di pelosok. Sebab, saat ini pemerintah masih abai dalam melaksanakan pemerataan tenaga pendidik maupun pembangunan fasilitas pendidikan. Ini dapat dilihat dari sekolah negeri di pelosok yang kualitasnya jauh di bawah sekolah-sekolah swasta milik perkebunan kelapa sawit. ”Dengan pemerataan tenaga pendidik ke pelosok, dengan anggaran 20 persen dari APBD, pemerintah semestinya bisa memberikan pendidikan yang berkualitas di pelosok,” ujarnya.
Selain itu, angka partisipasi sekolah (APS) Kotim harus ditingkatkan. Saat ini APS cenderung menurun pada kelompok umur yang lebih tua. Pada kelompok umur 7-12 tahun terhitung 99,25 persen penduduk tengah menempuh pendidikan. Namun pada kelompok umur selanjutnya peluang seorang anak untuk dapat mengakses pendidikan semakin turun. Hal ini juga didukung oleh indikator rata-rata lama sekolah yang hanya sebesar 7,89 tahun. Dengan kata lain, seorang anak hanya mampu menempuh pendidikan selama 7-8 tahun atau setara kelas 2 (dua) SMP, yang berarti rata-rata anak usia sekolah tidak dapat menamatkan sekolah hingga jenjang SMP. Hal ini menandakan pemerintah belum berhasil melaksanakan program wajib belajar sembilan tahun.
”Ini bisa dikorelasikan dengan ide PKS nonkebun tadi. Saat petani sawit sejahtera, mereka akan menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Otomatis ini akan mendongkrak angka partisipasi sekolah juga. Cita-cita ini bisa saya perjuangkan melalui lembaga legislatif,” kata Arsyad.
Dengan masuk lembaga legislatif, Arsyad juga akan mengusung idealisme jurnalis yang telah mendarahdaging dalam dirinya. Yakni, menjadi pengawas jalannya pemerintahan. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak populis wajib ditentang agar tidak buang-buang anggaran.
”Eksekutif jangan sampai mengulangi lagi kesalahan yang sama. Banyak proyek pembangunan yang sia-sia. Lihat saja, berapa bangunan bernilai miliaran yang mangkrak. Ini tidak akan terjadi jika fungsi pengawasan yang melekat di lembaga legislatif dijalankan betul-betul,” tutupnya. (yit)