Dulu, masyarakat di bantaran Sungai Mentaya hidup ”berdampingan” dengan buaya. Kini, buaya sering menyerang manusia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam menyebut ada perubahan perilaku buaya yang disebabkan manusia.
HENY, Sampit
Seorang pria berseragam pakaian dinas lapangan (PDH) bertuliskan Polhut pada bagian dada kiri dan name tag bertuliskan Muriansyah datang ke kantor Radar Sampit Selasa (5/1) siang. Komandan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit ingin bersilaturahmi dengan Direktur Radar Sampit Siti Fauziah.
Dalam kunjungannya, Muriansyah banyak bercerita tentang perilaku buaya yang sering kali menyerang manusia. Kasus serangan buaya yang menimpa manusia dapat terjadi karena adanya perubahan pola perilaku masyarakat.
“Perilaku atau kebiasaan masyarakat dulu dan sekarang itu berbeda. Dulu selama 20 tahun ke belakang masyarakat seperti di wilayah Kecamatan Mentaya Hilir Selatan hidup berdampingan dengan buaya. Minim terjadi serangan dan masyarakat sudah terbiasa melihat kemunculan buaya,” kata Muriansyah.
Menurut keterangan warga yang ditemuinya beberapa tahun lalu, buaya sudah biasa menampakkan diri. “Muncul dan tenggelam itu sudah biasa. Namun, setelah 10 tahun terakhir perubahan pola perilaku masyarakat berubah dan diiringi dengan dampak kerusakan ekosistem serta perubahan alam yang terjadi,” ujar pria yang sudah sejak 2011 bertugas sebagai Komandan BKSDA Pos Jaga Sampit ini.
Perubahan alam yang dimaksud seperti menyempitnya badan sungai dan meningkatnya penduduk serta area permukiman baru di Kotim. Di samping itu, pembangunan irigasi serta adanya perkebunan pribadi milik warga seperti di wilayah Kecamatan Mentaya Hilir Selatan turut membawa perubahan perilaku pada buaya itu sendiri.
“Dampak kerusakan ekosistem ini saling berkaitan dengan perubahan pola perilaku masyarakat seperti misalkan membangun kandang ternak di tepian sungai, membuang sampah rumah tangga, membuang bangkai hewan yang memancing kedatangan buaya,” katanya.
Menyempitnya badan sungai juga dapat mengusik habitat buaya. BKSDA menemukan di beberapa daerah aliran Sungai Mentaya terdapat buaya yang bergerak melawan arus,” kata pria asal Amuntai, Provinsi Kalimantan Selatan, ini.
Buaya kerap menampakkan wujudnya di perairan Sungai Mentaya khususnya di sekitar Kecamatan Mentaya Hilir Utara dan Mentaya Hilir Selatan, Pulau Hanaut, Cempaga, Seranau, Teluk Sampit dan baru-baru ini di Desa Pelangsian, Kecamatan MB Ketapang yang sudah memasuki area Kota Sampit. Kemunculan buaya diduga terjadi karena populasi bertambah. Terlebih pada saat musim penghujan dimana hewan predator ini musim bertelur atau musim kawin.
"Saya tidak bisa bilang di wilayah-wilayah itu (seperti yang disebutkan di atas) habitatnya buaya. Kalau di Kecamatan Teluk Sampit, saya bisa katakan itu habitatnya. Kemunculan buaya dapat terjadi karena populasi buaya bertambah itu benar adanya," katanya.
Di akhir perbincangan, Muriansyah pamit meninggalkan kantor Radar Sampit untuk melakukan pemeriksaan kembali ke lokasi serangan buaya di Desa Pelangsian. Mendengar rencana itu, Siti Fauziah menyatakan ingin ikut ke lokasi kejadian.
Sebelum menuju lokasi serangan, Muriansyah menuju Pondok Kerja Manggala Agni daerah operasi Pangkalan Bun yang berlokasi di Jalan Pinang 4, Sampit, untuk menjemput salah satu anggota Manggala Agni. Perjalanan ditempuh sekitar 20 menit. Dalam perjalanan yang sama, Camat Mentawa Baru Ketapang Sutimin juga datang seorang diri membawa mobil dinasnya.
Setiba di Pasar Pelangsian yang berada persis sekitar 10 meter dari rumah korban, rombongan disambut Kades Pelangsian Ismail dan perangkat desa serta keluarga korban yakni cucu korban Mariana, Zuhran (suami korban) dan Bahrun anak Nenek Bahriah (74) yang merupakan korban serangan buaya.
Kades bersama cucu korban menunjukkan lokasi serangan yang berada di bawah lanting yang tak jauh dari jamban. Usai melakukan pemeriksaan di TKP, Muriansyah kembali ke kantor Radar Sampit untuk melanjutkan wawancara dengan wartawan.
Selama hampir tiga jam lebih waktu berlalu, Siti Fauziah mengaku senang menyambut Komandan BKSDA Pos Jaga Sampit. Sosoknya yang ramah dan cepat dalam merespons setiap pertanyaan wartawan dan para netizen patut diapresiasi.
“Kalau ada penghargaan narasumber yang terbaik dalam merespons cepat, saya pasti akan memilih Komandan BKSDA,” kata Siti Fauziah. (hgn/yit)