SAMPIT –Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendkibud) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tentang sistem zonasi menjadi hal yang paling ramai dibahas orang tua murid. Pasalnya, sistem zonasi dalam PPDB yang bertujuan mempercepat pemerataan layanan dan kualitas pendidikan itu, tidak sepenuhnya diterima anak dan orang tua murid.
Banyak orang tua yang ragu memasukkan anaknya ke sekolah yang belum terjamin mutu pendidikannya. Hal itulah yang menjadi kendala orang tua murid mengikuti aturan tersebut.
Setiap orang tua murid masih berpandangan pada sekolah favorit, dengan artian sekolah tersebut menjamin mutu pendidikan ketika sang anak mengenyam pendidikan. Tak heran, orang tua murid rela berpindah domisili hanya agar dapat menyesuaikan dengan zonasi rumah dengan lokasi sekolahnya berada.
Hal itu diungkapkan Eva yang berniat menyekolahkan anaknya ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri yang dikenal favorit di Sampit. Dia mengurus administrasi kependudukan untuk pindah domisili kecamatan agar anaknya bisa semakin dekat dengan sekolah yang diinginkan.
”Aturan zonasi ini sebenarnya cukup memberatkan kami sebagai orang tua, tetapi mau bagaimana lagi. Tak ada orang tua yang mau menyekolahkan anak di sekolah yang sembarangan dan anak saya pun memang ingin sekolah di sana,” ujarnya saat ditemui di Kantor Disdukcapil, belum lama ini.
Kepala Seksi Identitas Kependudukan Disdukcapil Kotim Agus Priadani mengatakan, dalam dua minggu terakhir, pelayanan pengurusan permohonan pindah domisili dalam kota mengalami peningkatan.
”Kami banyak menerima informasi dari masyarakat yang melakukan pengurusan permohonan pindah domisili KTP antarkecamatan dengan alasan mengikuti aturan zonasi dalam PPDB. Banyak orang tua yang mengeluhkan dan khawatir anaknya tidak bisa masuk di sekolah yang diinginkan dengan alasan tak memenuhi syarat zonasi yang ditentukan,” kata Agus.
Pihaknya memberikan pelayanan dengan baik selagi hal itu masih dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai persyaratan dan ketentuan.
”Semua kami layani kalau persyaratan berkas dan data pendukungnya lengkap. Tetapi kalau pindah sementara hanya karena mengikuti aturan zonasi, kemudian beberapa bulan kemudian balik lagi mengurus ke domisi semula, tidak kami layani. Minimal pengurusan pindah domisili itu dilakukan paling tidak satu tahun berjalan,” ujarnya.
Agus mengatakan, dalam sehari, rata-rata cetak kartu keluarga (KK) sekitar 80 KK, rekaman KTP-el 50-an orang, dan 90-an orang mengurus pemeriksaan berkas. Untuk permintaan permohonan pembuatan KTP-el masih dalam normal seperti biasanya. Namun, justru permintaan permohonan pengurusan pembuatan Kartu Identitas Anak (KIA) yang meningkat.
”Pengurusan permohonan KTP-el untuk keperluan mudik atau lainnya masih terhitung normal. Justru permintaan permohonan KIA yang mengalami peningkatan. Rata-rata kami menerima 80-an berkas per harinya karena kemungkinan besar KIA digunakan sebagai syarat anak untuk masuk sekolah,” katanya. (hgn/yit/ign)