SAMPIT – Produksi kopra dirasa kurang menguntungkan dibandingkan dengan menjual kelapa santan. Hal ini diungkapkan Anto, pemilik UD Dua Bersaudara di Jalan Sukabumi Barat.
Menurut Anto, untuk mendapatkan satu liter minyak kelapa, harus mengeringkan enam butir kelapa. Meskipun demikian dia merasa tak terlalu rugi karena ampas kelapa masih bisa dijual ke peternakan.
“Kalau kami hanya membuat kopranya saja, nanti proses diperas dan sebagainya berada di Samuda. Proses pengeringan ini membutuhkan waktu tiga harian sampai benar-benar kering. Pokoknya prosesnya lumayan lama. Enam butir kelapa itu biasanya menghasilkan satu liter minyak kelapa,” jelas Anto, Minggu (7/7).
Ia mengaku bisnis warisan orangtuanya tersebut pernah berjaya dan memiliki tempat pengolahan minyak kelapa sendiri. Bahkan minyak kelapa sampai diekspor ke negara Cina. Namun, setelah orang tua meninggal dunia, dia hanya menjual bahan baku minyak kelapa saja, yakni kopra.
“Waktu zaman ayah saya masih ada, minyak kelapa di sini itu dikirim ke Banjarmasin, Pulau Jawa dan bahkan sampai ke Cina. Yang diambil hanya perasan minyaknya saja, terus ampas kelapanya dijual untuk makanan ternak,” ujarnya.
Negara Cina menyukai minyak kelapa dari Indonesia, karena dipergunakan untuk obat. Namun, sejak adanya produksi minyak kelapa sawit di Kotim, ekspor minyak kelapa kopra ke luar negeri menurun.
“Prospek kedepannya menurut saya bagus aja, hanya saja sejak ada minyak kelapa sawit di sini, kami sempat terpuruk. Nah, ini kembali membangkitkan usaha yang sudah turun-temurun dari keluarga. Orang Cina itu menganggap minyak kelapa itu baik untuk obat atau kesehatan. Kalau menurut dosen saya dulu, sebenarnya kandungan dalam minyak nabati dari minyak kelapa kopra itu jauh lebih bagus dibandingkan dengan kelapa sawit,” ungkapnya.
Menurutnya harga jual minyak kelapa kopra saat ini lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu.
“Ya, kalau beberapa tahun lalu kan harga jualnya tidak seberapa, saat ini lebih mending lah meski tidak tinggi sekali. Kalau dijualnya itu per satu liter Rp 25 ribu, kalau setengahnya Rp 12 ribu-Rp 13 ribu, nah kalau yang botol kecil sekitar Rp 8 ribuan,” ucapnya.
Meskipun demikian, dia tetap menganggap bisnis kelapa santan jauh lebih menguntungkan dibandingkan bisnis bahan baku minyak kopra.
“Satu karung kopra kering dengan berat 30 kilogram ini dihargai sekitar Rp 30 ribuan. Sebenarnya yang lebih menguntungkan itu justru menjual kelapa biasa untuk santan seperti ini. Kelapa biasa seperti ini kan ada kelas-kelasnya. Kelapa kelas A+ dijual Rp 3000 – Rp 3500 per butir, kelas A dijual Rp 2700 – Rp 2500 per butir, kelas B dijual Rp 2300 – Rp 2200 per butir, sedangkan kelas C dijual Rp 1700 – Rp 1500 per butir,” terangnya.
Salah satu kiatnya meneruskan bisnis orangtuanya yang sudah berjalan 25 tahun ini, yakni dengan memperluas area pemasaran kelapa santan. Anto menuturkan untuk pemasaran kelapa santan lebih mudah saat ini, selain didukung dengan jalanan antar kota yang lebih baik, area pemasaran saat ini lebih luas tidak hanya wilayah Sampit tapi sampai Pulau Jawa juga.
“Kalau kami panen dari kebun sendiri di daerah Serambut daerah seberang dekat Samuda. Jangka panen untuk kelapa kualitas baik sekitar 2,5 bulan, kalau yang dipanen 1,5 bulan terlalu muda. Kalau terlalu tua juga tidak bagus, kalau yang khusus diperas minyak kelapanya itu justru dipanen setelah 4 – 5 bulanan. Itu lebih banyak minyaknya. Hanya saja proses pembuatannya sangat lama dan harga jual bahan mentahnya ini kan jauh lebih murah dibandingkan menjual kelapa yang habis panen langsung dijual ke pasar. Untungnya lebih banyak jual kelapa untuk santan,” pungkasnya. (rm-97/yit).