KUALA KURUN – Tim dari pemerintah pusat mengunjungi Kabupaten Gunung Mas (Gumas), Kamis (29/8). Tim gabungan ini terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Republik Indonesia (RI).
Kedatangan tim tersebut untuk mendorong peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, dan menindaklanjuti kegiatan interkoneksi online monitoring sistem perbendaharaan dan anggaran negara (OMSPAN) dengan sistem keuangan desa (siskeudes), sehingga diperlukan evaluasi implementasi regulasi dan sistem terkait pengelolaan keuangan desa.
”Jadi kedatangan tim terpadu ke sini untuk melihat kenyataan di lapangan mengenai proses pencairan dana desa, baik tahap pertama maupun kedua, dan juga kendala-kendala yang dihadapi terkait dana desa,” ucap Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Gumas Yulius Agau, Jumat (30/8) pagi.
Dia mengatakan, ada empat desa yang menjadi sampel mereka dalam melihat proses pencairan dana desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni Desa Tumbang Tariak dan Tewang Panjangan di Kecamatan Kurun serta Desa Sepang Kota dan Pematang Limau di Kecamatan Sepang.
”Mereka melihat secara langsung yang terkait siskeudes, regulasi, dan aturan dalam melakukan pencairan dana desa,” ujarnya.
Kendala yang dialami oleh semua kabupaten adalah penetapan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Besaran Dana Desa, dimana harus dievaluasi oleh provinsi dengan waktu yang cukup lama.
”Evaluasi dari provinsi tidak bisa cepat, dan kita juga tidak bisa menyalahkan mereka, karena perbup yang dievaluasi bukan hanya dari Kabupaten Gumas saja. Kami pun meminta agar aturan seperti itu kalau bisa lebih dipersingkat atau dipermudah lagi,” tuturnya.
Di sisi lain, lanjut dia, mereka juga terkejut karena Kabupaten Gumas masih terkendala jaringan telekomunikasi dan listrik yang hanya 60 persen desa yang menikmatinya. Padahal untuk menerapkan siskeudes berbasis online harus menggunakan keduanya.
”Ini juga salah satu penghambatnya. Bagi desa yang belum teraliri listrik dan jaringan telekomunikasi, terpaksa harus ke ibu kota kecamatan untuk memasukkan laporan keuangan ke siskeudes, dan itu pasti memerlukan biaya,” katanya.
Dia pun meminta kepada pemerintah pusat, agar jangan membuat aturan pada pertengahan pelaksanaan penggunaan dana desa, karena itu pastinya akan menyulitkan sumber daya manusia (SDM) yang ada di desa. Sedikit saja aturan yang berubah, akan menjadi masalah besar.
”Semestinya penggunaan prioritas dana desa yang sudah tetapkan jangan ada yang berubah di tengah jalan. SDM yang ada di desa kita berbeda dengan yang ada di Pulau Jawa. Padahal SDM itu sangat menentukan dalam pengelolaan dana desa,” pungkasnya. (arm/yit)