KUALA KURUN – Jalan kabupaten di wilayah Kabupaten Gunung Mas, menuju Taman Hutan Raya (Tahura) Lapak Jaru Kuala Kurun mengalami kerusakan cukup parah. Dugaan penyebab kerusakan mengarah kepada adanya aktivitas truk angkutan batu bara yang melintas dengan melebihi tonase. Terkait itu, izin untuk melintas di jalan kabupaten ini dipertanyakan.
”Aktivitas truk angkutan batu bara tersebut tidak memiliki izin untuk melintas di jalan kabupaten menuju Tahura Lapak Jaru,” ucap Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Perhubungan (DLHKP) Kabupaten Gunung Mas (Gumas) Yohanes Tuah, melalui Kabid Perhubungan Sandra Cipta, Jumat (21/5) malam.
Dia menjelaskan, sesuai Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalteng Nomor 7 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas di Ruas Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Angkutan Hasil Produksi Pertambangan dan Perkebunan, serta Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa truk angkutan batu bara tidak boleh melintas di jalan umum yang dibuat pemerintah daerah.
”Kalau angkutan di bidang pertambangan batu bara, sudah jelas harus memiliki akses jalan sendiri. Saat mengajukan izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), harus ada kesiapan dari perusahaan untuk membuat akses jalan, yang tidak merusak jalan umum,” tegas Sandra.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Gumas Baryen menuturkan, jalan menuju Tahura merupakan jalan kabupaten dan hal itu menjadi tanggungjawab DPU, dalam pengendalian serta penanganan perbaikan terhadap fisik jalan.”Saat ada angkutan truk melintas di jalan umum, tentunya harus memiliki izin melintas. Ini yang harus ditertibkan terlebih dulu. Ketika harus diperbaiki, maka kami siap untuk memperbaiki,” ujarnya.
Sekarang ini lanjut Baryen, yang harus dilihat adalah penyebab kerusakan jalan itu. Percuma diperbaiki, kalau aktivitas angkutan batu bara di sana masih tetap ada, yang melintas dengan angkutan melebihi tonase jalan.”Yang jadi masalah adalah angkutan truk batu bara melintas di jalan umum itu melebihi tonase jalan, yakni delapan ton. Seharusnya perlu ada ketegasan dan komitmen untuk melakukan pengawasan terhadap tonase angkutan truk batu bara,” sebutnya lagi.
Secara prinsip akui dia, pemerintah daerah bisa meminta pertanggungjawaban kepada perusahaan untuk memperbaiki ruas jalan kabupaten itu. Akan tetapi kalau demikian, berarti sama saja memperbolehkan angkutan truk batu bara itu melintas.
”Artinya, kalau ada perusahaan yang melintas dengan merusak jalan umum, yang perlu dilakukan adalah bukan kita minta untuk memperbaiki jalan, tetapi boleh atau tidak angkutan truk itu melintas di jalan umum,” tuturnya.
Baryen juga berharap, nantinya dapat dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau audiensi antara perusahaan batu bara yang melintas di jalan kabupaten, dengan instansi terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gumas. (arm/gus)