KUALA KURUN – Seorang pria berinisial SP (47) ditangkap Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres Gunung Mas (Gumas) bersama Polsek Manuhing. Pria itu diduga memerkosa anak tirinya yang masih berusia 9 tahun. Aksi bejat pelaku sudah dilakukan selama tiga bulan terakhir.
”Selama tiga bulan ini dia sudah tiga kali memerkosa korban, yakni pada Senin (15/2), Minggu (7/3), dan Sabtu (24/4),” ucap Kapolres Gumas AKBP Rudi Asriman, melalui Kasat Reskrim AKP Afif Hasan (27/4). Dia mengatakan, aksi bejat pelaku terhadap korban yang masih kelas III SD itu dilakukan di sebuah barak karyawan perkebunan sawit di Desa Tumbang Lapan, Kecamatan Manuhing.
”Pelaku memerkosa anak tirinya saat istrinya tidak berada di barak karena berangkat kerja ke kebun. Dia memanfaatkan kondisi barak yang kosong,” ujar Kasat Reskrim.
Dari pemeriksaan terhadap pelaku, kata Afif, nafsu berahinya muncul ketika melihat tubuh mulus anak tirinya. Ditambah lagi dalam beberapa bulan ini dia tidak bisa berhubungan intim dengan istrinya yang sedang hamil besar.
”Setiap selesai memerkosa korban, pelaku selalu mengancam akan memukul kalau diberitahukan ke orang lain. Hal ini juga yang membuat korban takut melapor ke ibu kandungnya,” tutur Afif.
Hingga akhirnya pada Sabtu (24/4), usai diperkosa untuk ketiga kalinya, korban sudah tidak tahan dan melaporkan kebiadaban pelaku ke tetangganya, WT (73). Perilaku bejat SP lalu dilaporkan ke Polsek Manuhing pada Senin (26/4).
”Tidak berselang lama setelah menerima laporan itu, pelaku ditangkap saat berada di barak. Kami juga mengamankan sejumlah barang bukti,” ujarnya.
Akibat perbuatan pelaku, lanjutnya, korban mengalami trauma dan sudah berada dalam binaan ibu kandungnya. Nantinya korban juga akan dibawa ke psikolog untuk mengetahui kondisi psikologisnya.
”Kami juga sudah melakukan visum et repertum terhadap korban. Hasilnya, ada ditemukan luka pada alat kelamin korban,” katanya. Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) penganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
”Ancaman hukumannya, pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling banyak Rp 5 miliar,” tandasnya. (arm/ign)