SAMPIT – Aparat Polres Kotim menyita 37 jenis obat dan jamu dengan jumlah lebih dari 40 ribu butir dari salah seorang sales asal Cilacap. Ribuan obat itu disita lantaran tidak memiliki izin edar alias ilegal.
Kapolres Kotim AKBP Mohammad Rommel mengatakan, selain obat, polisi juga mengamankan sales obat bernama El Parmono alias Mono (45), warga Desa Baregbeg, Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
”Untuk barang bukti yang diamankan, sebagiannya sudah dalam bentuk kemasan, yakni sebanyak 1.079 kotak. Sedangkan 45 ribu butir lainnya belum berbentuk kemasan,” kata Rommel, Minggu (1/9).
Pengungkapan tersebut bermula saat petugas Satuan Reserse (Satres) Narkoba Polres Kotim mendapatkan informasi dari masyarakat tentang datangnya paketan berupa obat dan jamu yang diduga ilegal.
Menindaklanjuti hal tersebut, polisi melakukan penyelidikan hingga mengamankan tersangka yang pada saat itu berada dalam rumah kontrakannya di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Sawahan, Kecamatan MB Ketapang, Sampit, Rabu (28/8) lalu.
Saat penggeledahan, polisi menemukan 37 jenis obat dan jamu ilegal. Selain itu, petugas juga menemukan barang bukti lainnya berupa peralatan untuk membuat bungkus kemasan obat dan jamu ilegal tersebut.
”Dari 45 ribu butir obat ini, nantinya dipisahkan hingga dikemas dengan berbagai macam merk. Setelah dikemas, kemudian obat serta jamu ilegal tersebut dipasarkan, baik di daerah perkebunan maupun di Kota Sampit,” katanya.
Merk kemasan yang diedarkan, mulai dari Herbalinu, Extrak Kulit Manggis, Pujangga Baru, Sari Buah Manggis plus Madu Tawon, Big Man, Kopi Beruang Madu, Urat Madu, Chang San, Bunga Surga, Urat Kuda, Beruang, Beruang Kutub, Afrika Black Ant, dan Buka Sitik Joss.
Merk lainnya, yakni Busur Api, Busur Api Suoer Dahsyat, Tawon, Asamulin, Urat Kumbang, Hajar Jahanam, Manjakani, Osagi, Al-Zeena, Remalinu, Anti Kecetit, Extrak Kulit Manggis plus Gingseng, Predinisone, Super Kecetit, Gigi Sakti, dan Jakarta - Bali.
Rommel menambahkan, obat dan jamu yang siap edar itu ditawarkan kepada karyawan perkebunan kelapa sawit. Masing-masing kemasan, ada yang dijual mulai dari Rp 10 ribu hingga sampai Rp 35 ribu.
Keuntungannya beragam. Satu kotak obat, tersangka bisa mendapatkan keuntungan Rp 10 ribu – Rp 40 ribu. Tersangka membeli obat tersebut sebanyak satu ball dengan modal sekitar Rp 5 juta.
”Jika satu ball-nya saja habis terjual, tersangka akan mendapatkan keuntungan mencapai Rp 3 juta. Dia menghabiskan satu ball tersebut secara periode atau kurang lebih tiga bulan. Jika habis, akan membeli satu ball lagi, lalu dijual. Dan seterusnya begitu,” kata Rommel.
Polisi menjerat tersangka dengan Pasal 197 Jo Pasal 196 RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 15 tahun penjara. Rommel menegaskan, pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus kesediaan farmasi tanpa izin edar itu. Aparat juga belum mengetahui keaslian obat yang diedarkan tersangka.
Namun, yang pasti, tegasnya, obat diperoleh dengan cara membeli dari Jawa, kemudian dikirim ke Kalimantan untuk dijual.
Dalam kasus itu, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, yakni 37 jenis obat dan jamu berbagai macam merk, lembar resi pengiriman produk dengan jenis barang, tiga gergaji kecil, lima staples, lilin, 1.079 bungkus sediaan farmasi berbagai merk, dan empat pak bungkus ukuran besar Remalinu.
Kemudian, 55 kotak Herbalinu, 81 kotak Extrak Kulit Manggis plus Madu Tawon, 13 kota Pujangga Baru, 24 kotak Sari Buah Manggis plus Madu Tawon, 214 kotak Buka Sutik Joss, dan lainnya.
”Dari pengakuan tersangka, dia berhasil menjalankan bisnisnya ini selama tiga tahun. Kami sudah berkoordinasi langsung dengan BPOM, bahwa obat yang dijual tidak memiliki izin edar. Masyarakat agar lebih waspada jika ingin membeli obat atau jamu kuat,” pungkasnya. (sir/ign)