RSUD dr Murjani Sampit semakin lengkap dengan kehadiran dokter spesialis kulit kelamin yang sebelumnya sempat kosong. Baru genap satu bulan bertugas, dokter cantik itu kebanjiran pasien.
HENY, Sampit
Suasana RSUD dr Murjani nampak sepi, Sabtu, (31/8). Hari itu, pelayanan Poliklinik Sabtu-Minggu tak sepenuhnya beroperasi. Selama sekitar 1,5 jam Radar Sampit menunggu, sosok perempuan bertubuh ramping bak model, berkemeja putih, lengkap dengan jas dokter dipadu dengan celana biru awan dan sepatu highheels cokelat, mendekati ruang pintu poliklinik kulit dan kelamin yang berada di lantai II RSUD dr Murjani Sampit.
”Maaf yaa, sudah menunggu lama. Mari, silakan masuk,” ucapnya yang baru selesai melaksanakan kunjungan dokter kepada pasien.
Radar Sampit sebelumnya sudah mengatur janji temu sejak sepekan lalu. Namun, saat itu dokter ini harus mengikuti pertemuan ilmiah dokter kulit di Medan. Dia baru bisa ditemui akhir pekan lalu.
Damayanti. Demikian dia disapa. Dia merupakan dokter spesialis kulit kelamin yang baru pindah tugas dari Kota Palu. Mulai aktif sejak 1 Agustus 2019.
Kepada Radar Sampit, dia bercerita kariernya hingga menjadi dokter spesialis. Awanya dia diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di RSUD Madani Palu, Sulawesi Tengah, sejak awal 2009. Saat itu, dia hanya menjadi dokter umum, belum terpikir ingin mengambil spesialis kulit dan kelamin.
Seiring waktu, pasien yang kerap ditanganinya lebih banyak terkena kasus penyakit kulit. Ada pasien bayi yang mengalami bercak hitam di sekujur badannya, mengalami pengelupasan pada kulit pasien, dan banyak lagi kasus penyakit yang menurutnya jarang terjadi.
”Saat itu, kasus penyakit kulit cukup sering saya tangani, tetapi dokter spesialis kulit dan kelamin hanya ada satu tenaga dokter. Kalau tidak bisa ditangani, terpaksa harus dirujuk,” ujar perempuan yang menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Hang Tuah Surabaya tahun 1996-2005 ini.
Meskipun dokter spesialis kandungan, bedah, anastesi, penyakit dalam, THT, syaraf, dan spesialis mata cukup lengkap, spesialis kulit kelamin saat itu hanya ada satu.
”Kalau menangani satu atau dua pasien saja tidak apa-apa, tetapi begitu pasien mulai banyak, ditambah dokter spesialis kulit kelamin hanya ada satu dokter di Sulteng, dengan kurangnya ilmu tentang kulit kelamin, sepertinya saya harus ambil ini (melanjutkan pendidikan di ilmu spesialis kulit dan kelamin),” ujarnya.
Keinginannya melanjutkan pendidikan spesialis kulit kelamin didukung rekan-rekannya. Dia diberikan rekomendasi karena jumlah pasien yang mengalami kasus penyakit kulit cukup banyak saat itu.
”Padahal, dulu, waktu saya pendidikan belum terpikir mengambil spesialis kulit kelamin. Saat itu saya berpikirnya mau menjadi spesialis kandungan atau bedah, tetapi melihat ketersediaan dokter spesialis kulit kelamin masih sedikit akhirnya saya mantapkan melanjutkan pendidikan di Universitas Samratulangi Manado sejak 2012-2017,” ungkapnya yang pernah bekerja di Klinik 24 Jam Asri Medika Jakarta pada 2005-2006.
Berkat rekomendasi tersebut, dia dapat meraih beasiswa daerah untuk membiayai pendidikan spesialisnya selama di Manado. ”Rekomendasi itu penting. Saya juga dibantu dari pemerintah mendapatkan beasiswa dengan berbagai syarat dan ketentuan, terutama harus warga asli Palu,” ujarnya yang kembali bekerja di RSUD Madani Palu sejak 2017-2019.
Damayanti menuturkan, dia pindah ke Kotim awal Agustus 2019 lalu karena ada permintaan. Apalagi dia melihat peluang bertugas di Sampit cukup bagus.
”Terpenting peluang pekerjaan bagus, karena tidak mungkin saya bisa sampai ke sini kalau tidak ada permintaan tenaga dokter spesialis penyakit kelamin,” kata perempuan yang berniat membuka klinik kecantikan di Kota Sampit ini.
Selama bertugas, pasien dengan kasus kulit dan kelamin di RSUD dr Murjani cukup banyak. Dalam sehari, rata-rata ada sekitar 10 pasien rawat jalan yang ditangani. Sedangkan yang dirawat inap selama satu bulan terakhir sekitar 11 pasien.
”Saya baru mulai awal Agustus, tetapi pasien sudah lumayan banyak. Padahal masyarakat belum semua tahu. Begitu juga di tempat praktik, jumlah pasien sekitar itu juga,” katanya.
Sementara itu, selama menangani pasien di RSUD dr Murjani Sampit, pasien paling umum mengalami reaksi alergi terhadap penggunaan obat.
”Saat ini, kasus penyakit kulit yang umum dialami pasien adalah reaksi alergi terhadap obat. Penyebabnya bisa dikarenakan karena kesalahan dalam mengonsumsi obat yang tidak sesuai anjuran dokter,” ujarnya.
Setiap pasien yang ditangani sudah dalam keadaan bentol-bentol kemerahan dan mengaku pernah mencoba pengobatan yang umum dijual di pasaran atau apotek.
”Saya pernah tangani pasien yang bekerja di perusahaan sawit karena kemungkinan selalu berhadapan dengan pupuk, sehingga tangannya mengalami reaksi alergi dan pasien mengaku mencoba melakukan pengobatan dengan mengoleskan salep yang tidak sesuai dengan anjuran dokter,” ujarnya. (***/ign)