Bakal calon bupati dan wakil bupati yang akan menggunakan jalur perseorangan atau independen dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 bakal menemui jalan terjal. Hal itu disebabkan aturan yang diterapkan berbeda dibanding pilkada sebelumnya.
Sejumlah ketentuan yang membuat beratnya langkah jalur perseorangan, yakni berkaitan dengan formulir dukungan yang tidak lagi sistem kolektif. Setiap dukungan perorangan wajib melampirkan KTP pemberi dukungan.
Kemudian, verifikasi faktual yang dilakukan tim KPU Kotim tidak lagi sepuluh persen. Kali ini tim verifikasi faktual akan melakukan verifikasi 100 persen terhadap data dukungan.
”Syaratnya minimal ada 8,5 persen dari jumlah DPT terakhir kita, yakni 274.189 jiwa atau sekitar 23.307 jiwa,” kata Komisioner KPU Kotim Benny Setia dalam sosialisasi Tahapan Program dan Jadwal Pemilihan 2020 dan Tahapan Penyerahan Dukungan Pasangan Calon Perseorangan, Senin (7/10).
Untuk jumlah dukungan, harus tersebar sekitar 50 persen lebih dari jumlah kecamatan di Kotim. Artinya, sebaran dukungan harus ada di sekitar sembilan kecamatan dari total 17 kecamatan di Kotim.
”Makanya harus turun langsung ke lapangan. Harap masyarakat benar-benar mencalonkan mereka. Jangan sampai nanti saat verifikasi ternyata ada jawaban saya tidak mendukung,” kata Benny.
Benny melanjutkan, penyerahan berkas dilakukan pada 11 Desember 2019 - 5 Maret 2020. KPU memberikan waktu panjang agar ada waktu perbaikan. Diharapkan bakal calon tak menyerahkan berkas di menit-menit akhir.
”Pendaftaran perseorangan dijadwalkan 16 sampai 18 Juli. Harap jangan gunakan jumlah minimal supaya jika ada yang dicoret, dukungannya masih aman,” tegas Benny.
Ketua KPU Kotim Siti Fathonah menambahkan, jadwal bakal calon memiliki tahapan tersendiri karena harus ada verifikasi berkas dukungan, verifikasi faktual yang memang untuk verifikasi keseluruhan syarat dukungan yang diserahkan kepada KPU Kotim. Setelah itu pihaknya akan melaksanakan verifikasi administrasi.
”Bedanya dengan pilkada sebelumnya adalah menggunakan sampling 10 persen dari syarat dukungan yang diserahkan saat itu. Kalau sekarang adalah 100 persen” tutur Siti.
Bakal calon bupati yang sebelumnya berniat maju lewat independen, Jhon Krisli, mengaku syarat yang baru sangat besar. Sebab, dia harus mengubah total dukungan yang sudah dikumpulkan. Mantan Ketua DPRD Kotim ini mengaku sudah mengantongi sekitar 28 ribu dukungan serta KTP-el.
Dia mengadopsi format lama, yakni dengan dukungan sistem kolektif. Dengan keluarnya aturan baru, Jhon memastikan akan mengulang lagi prosesnya mengacu regulasi tersebut.
”Terpaksa harus mengulang lagi, meminta dukungan perorangan dan ini karena keterlanjuran tim kami yang lebih dulu startnya. Kami kemarin menganggap aturan dukungan itu boleh kolektif,” kata Jhon usai menghadiri sosialisasi.
Dengan waktu yang tersisa, Jhon yang juga mencoba peruntungan melalui jalur partai politik itu optimistis bisa memenuhi syarat yang ditetapkan KPU. ”Kalau dibanding aturan lama lebih berat yang ini. Dulu cek faktual hanya sepuluh persen, sekarang 100 persen, jadi tidak bisa main-main,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan bakal calon perseorangan lainnya, Suparman. Menurutnya, ketentuan terbaru berkaitan dengan dukungan perseorangan sangatlah berat. ”Yang berat ini soal dukungan itu tidak bisa kolektif, jadi harus perorangan. Kalau kami sudah terlanjur mengumpulkan KTP dengan dukungan kolektif, artinya harus mengulang lagi,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, sebaran KTP yang wajib ada di sembilan kecamatan juga tak mudah. Apalagi dengan kondisi geografis Kotim yang beberapa wilayahnya sulit dijangkau, sehingga memerlukan kerja keras tim.
”Ya, beberapa poin itu tadi yang membuat kami cukup berat, tetapi mau bagaimana lagi karena itu semua syaratnya. Jadi, kalau mau ikut bertarung harus ikuti itu,” ujar politikus PKB tersebut.
Aswinnur, bakal calon lainnya akan mengikuti aturan KPU Kotim. ”Kami berusaha melengkapi apa yang telah ditentukan, yakni sebanyak 23.307 jiwa,” ucap pria yang juga menjabat Kepala Desa Ujung Pandaran ini. (ang/yn/ign)