SAMPIT - Wilayah kumuh di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang tersisa 2,67 hektare. Hingga September 2019, Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur berhasil mengurangi kawasan kumuh seluas 31,50 hektare atau 92,19 persen dari total 34,17 hektare. Kawasan kumuh di MB Ketapang ini tersebar di empat kelurahan, yakni Ketapang, Mentawa Baru Hilir, Mentawa Baru Hulu, dan Sawahan.
”Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus pekerjaan rumah yang harus disikapi bersama, yang harus bisa ditangani bersama,” ucap Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur (Kotim) Sutaman mewakili Bupati Kotim saat membuka Workshop Program Kota tanpa Kumuh (kotaku) Tuntaskan Kumuh Dengan Kolaborasi Kabupaten Kotawaringin Timur.
Sutaman menyebut, penanganan bisa dilakukan secara kolektif dan kolaboratif baik antara program kotaku Pemerintah Kabupaten Kotim, pihak swasta, dan masyarakat demi tercapainya target 0 hektare kawasan kumuh pada tahun 2019 atau selambat-lambatnya tahun 2020.
Secara visual, capaian sebesar itu belum mampu mengubah wajah permukiman di Kotim. Meskipun sisa permukiman kumuh 2,67 hektare, namun masih ada persoalan yang harus diselesaikan.
Target pengentasan kawasan kumuh di Kotim yang sedang berjalan saat ini antara lain pembenahan drainase dalam kota, salah satunya untuk mengurangi banjir, dan pengelolaan sampah dengan membuka sejumlah depo di perkotaan.
“Salah satu wujud kepedulian masyarakat terhadap kawasan kumuh, temasuk pengadaan MCK (mandi, cuci, kakus),” sebut Sutaman.
Kendala penanganan kawasan kumuh di Kotim adalah perilaku masyarakat, sehingga perlu pembinaan secara untuk mengajak masyarakat berperan langsung terhadap lingkungannya masing-masing. Kendala lainnya adalah faktor alam, yang mana Kota Sampit berada di bawah permukaan laut sehingga terkendala dalam penanganan banjir.
“Kaitannya dengan lingkungan yakni dampak kebakaran karena asap,” katanya.
Semua ini mengindikasikan bahwa persoalan wilayah kumuh memerlukan penanganan secara komprehensif dan sinergis oleh multipihak. Permasalahan yang ada tak bisa hanya ditangani oleh Program Kotaku, tetapi harus melibatkan banyak pihak.
Sementara menurut Assisten Koordinator Kota (Askot Mandiri) Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Yogi Suryatmoko, harus ada dana kolaborasi untuk pengentasan wilayah kumuh di Kotim. Tahun 2019 ini Program Kotaku terkonsentrasi di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
“Makanya di tahun 2019, paling tidak, yang sudah kita atasi yaitu masalah sanitasi dan air minum, meskipun belum semuanya clear,” tuturnya.
Ada tujuh indikator yang mengindikasikan wilayah tersebut dapat dikatakan kumuh. Pertama masalah keteraturan bangunan, jalan lingkungan, drainase, sanitasi air limbah, air minum, persampahan, dan risiko kebakaran.
”Terutama sanitasi dan air minum, makanya kita gunakan strategi kolaborasi,” ucapnya.
Dana penanganan kawasan kumuh tidak hanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tapi juga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalteng, APBD Kotim, dan dana CSR.
”Dengan begitu penanganan bisa lebih cepat, sebab memang penanganan kumuh memerlukan biaya yang besar. Kuncinya kolaborasi, penanganan wilayah kumuh sudah kita tangani secara parsial,” tandasnya. (yn/yit)