SAMPIT – Pengasapan atau fogging yang biasa dilakukan untuk mencegah penyebaran nyamuk yang menularkan demam berdarah dengue (DBD), dinilai tak cukup ampuh mencegah penyakit itu merebak. Perlu kesadaran tinggi dari masyarakat ikut menanggulangi dan meredam penularan DBD.
”Perlu diingat. Pencegahan DBD tidak dilakukan dengan fogging. Tindakan fogging bukanlah prioritas utama dalam pencegahan, tetapi dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan larvasidasi melalui teknik 3M Plus,” kata Faisal Novendra Cahyanto, Sabtu (8/2).
Menurut Faisal, kesadaran masyarakat menjaga kebersihan sangat penting untuk menekan dan mencegah kasus DBD. Hal tersebut bisa dilakukan dengan teknik 3M Plus yang dinilai jauh lebih efektif daripada teknik fogging.
”Pola pikir masyarakat melakukan pencegahan dengan fogging harus digeser dengan teknik 3M Plus. Setiap rumah tangga harus bebas jentik. Ini bisa dicapai dengan melakukan pemantau jentik nyamuk sertamemastikan kondisi kebersihan di lingkungan rumah dan sekitarnya,” ujarnya.
Faisal menjelaskan, 3M Plus di antaranya dilakukan dengan cara menguras atau membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain.
Kemudian, menutup rapat tempat penampungan air, seperti drum, kendi, dan lainnya. Selain itu, memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk yang dapat menularkan demam berdarah.
Langkah tambahannya, menaburkan bubuk larvasida atau yang lebih dikenal dengan bubuk abate di tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Selanjutnya, menggunakan obat nyamuk atau antinyamuk di sekitar ruangan khususnya malam hari dan menggunakan kelambu saat tidur.
Melalui strategi pencegahan dengan teknik 3M Plus, masyarakat bisa mengurangi kemungkinan munculnya beradaan sarang nyamuk. ”Teknik 3M Plus ini sudah cukup membantu dalam pencegahan munculnya penyakit DBD dan perilaku masyarakat juga perlu diubah agar tidak mengandalkan fogging,” ujarnya.
Meski demikian, lanjutnya, fogging tetap diperlukan dengan catatan apabila terjadi ledakan vektor atau kasus yang meningkat tajam. ”Ada hal yang belum kami buka ke publik terkait fogging. Meskipun bukan prioritas dalam pencegahan DBD, fogging tetap diperlukan apabila terjadi ledakan vektor atau kasus. Apabila masih di bawah 100 kasus, belum bisa dilakukan fogging massal,” ujarnya.
”Begitupula dengan karantina masal di suatu kota atau wilayah karena wabah, dapat dilakukan tergantung syarat-syarat epidemiologinya,” tambahnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, Dinkes Kotim bertanggung jawab menyelesaikan suatu permasalahan kesehatan, sehingga fogging dapat dilakukan secara terukur dan akuntabel yang tujuannya untuk mengatasi ledakan vektor.
”Kami punya tanggung jawab moral ke depan agar penyelesaian suatu masalah kesehatan tidak boleh menimbulkan dampak kesehatan yang lain. Dengan demikian, fogging tetap dilakukan secara terukur dan akuntabel untuk mengatasi ledakan vektor,” ujarnya.
Dalam penyebarannya, Faisal menambahkan, nyamuk menularkan virus dengue penyebab demam berdarah dengan cara menggigit ke dalam kulit. Umumnya yang paling sering diserang adalah pergelangan kaki dan leher.
”Penyebaran virus dengue hanya dapat dilakukan oleh nyamuk betina, karena nyamuk betina membutuhkan darah untuk memproduksi telur. Saat musim penghujan, kita sering menemukan adanya genangan air yang sangat disenangi nyamuk betina untuk bertelur, sehingga nyamuk cepat berkembang biak,” ujarnya.
Waktu gigitan nyamuk aedes aegyptibiasanyaterjadi sekitar pukul 08.00 – 12.00 WIB, sehingga apabila dilakukan tindakan fogging perlu diadakan pelacakan. ”Ada beberapa kasus pasien ternyata tidak tertular di rumah yang di-fogging. Ternyata, di tempat lain dimana sebelumnya yang bersangkutan berkunjung, misal di area kantor atau paling banyak di sekolah. Ini yang perlu dilakukan pelacakan,” tandasnya. (hgn/ign)