SAMPIT – Fasilitas listrik belum sepenuhnya dinikmati seluruh masyarakat di Kabupaten Kotawaringin Timur. Masih ada wilayah yang belum terjamah penerangan dari PLN. Desa Pelantaran bawah, Kecamatan Cempaga Hulu, misalnya, masih terjajah ketertinggalan. Warga belum merdeka dari kegelapan yang menyapa saban malam.
Desa yang jaraknya sekitar empat kilometer dari jalan Trans Kalimantan itu tergolong terisolir dan tertinggal dibanding desa lain di sekitarnya. Penduduk desa yang tercatat sebanyak 60 kepala keluarga tersebut masih mengandalkan cara-cara tradisional tanpa bantuan listrik. Hal itu terungkap dalam masa reses anggota DPRD Kotim, Selasa (18/2).
Saat wakil rakyat menyambangi wilayah itu, masyarakat langsung menyampaikan aspirasinya dalam pertemuan di rumah salah seorang warga. Bagi warga setempat, malam merupakan hal yang dikhawatirkan, karena gelap menyelimuti desa yang 90 persen tertutupi perkebunan karet tersebut.
Sebagian besar warga mengandalkan penerangan dari lampu tembok, tanpa aktivitas lainnya. Kondisi tersebut membuat desa sangat sunyi. Anak-anak juga enggan belajar malam hari. Mereka memilih belajar usai pulang sekolah dan sore hari.
Kondisi demikian sudah terjadi puluhan tahun. Mereka belum pernah merasakan perabotan rumah tangga yang saat ini serba bersinggungan dengan listrik. Kehidupan warga setempat masih sangat tradisional.
Camat Cempaga Hulu Ubaidillah dan Sekretarisnya Ady Candra mengatakan, pihaknya telah berusaha semaksimal mungkin agar desa itu bisa dialiri listrik. Apabila ingin menonton televisi, warga harus menghidupkan generator set.
”Dalam sebulan, mereka menghabiskan sekitar satu jutaan untuk urusan BBM (bahan bakar minyak) genset mereka,” kata Ubaidillah saat berbincang dengan anggota DPRD Kotim, Rimbun.
Dengan kondisi ekonomi seperti sekarang, lanjutnya, mencari biaya untuk BBM bukan hal yang mudah bagi warga. ”Biayanya mahal. Bayangkan, jutaan mereka bayar hanya untuk bisa menikmati listrik. Itu pun tidak 24 jam. Hanya separuh malam saja,” tuturnya.
Kepala Desa Pelantaran bawah Haliesnedy mengatakan, pihaknya sudah empat kali mengusulkan agar wilayah itu mendapat pasokan listrik. Karena tak juga terealisasi, mereka nyaris putus asa. Surat permohonan yang disampaikan hanya berbalas janji palsu.
”Sekitar empat kali ini sudah kami usulkan, tapi tidak ada tanggapan dan realisasinya. Hari ini kami minta Pak Rimbun bisa mengupayakan dan memperjuangkan untuk desa ini,” ujarnya.
Hidup tanpa listrik membuat anak desa setempat tak seperti anak di kota atau desa lainnya. Mereka sangat akrab dengan alam sekitarnya. Tak ada gawai di tangan. Mereka terlihat akrab dengan hewan peliharaan seperti anjing, babi, dan ternak lainnya. Anak desa kerap bermain dan berbaur dengan alam.
Menanggapi aspirasi itu, Rimbun berjanji memperjuangkan masuknya listrik ke desa tersebut. Bahkan, dia bersama Pemkab Kotim akan meminta langsung ke PLN Kalselteng. ”Tolong dibantu saya. Dukung saya dengan data dan profil desa supaya bisa bersama-sama mengupayakan minimal tahun depan desa ini sudah terang,” ujarnya.
Rimbun menuturkan, selama listrik belum mengalir, desa tersebut akan tertinggal dan terisolir. Pasalnya, listrik merupakan kebutuhan primer bagi manusia saat ini.
”Di sisi lain saya juga salut. Sudah puluhan tahun mereka tidak ada listrik, tapi bisa menjalani hidup. Seandainya kondisi mereka terjadi di kota, saya yakin dua hari saja akan ada gejolak. Ini artinya warga kita ini orangnya sabar dan tidak banyak permintaan ke pemerintah,” tandasnya.
Belasan Desa Gelap
Kondisi yang sama juga terjadi di Kabupaten Kotawaringin Barat. Belasan desa di empat kecamatan di wilayah tersebut belum teraliri jaringan listrik dari PLN.
Berdasarkan data PLN Rayon Pangkalan Bun, hingga 2020 untuk kecamatan Arut Selatan, ada dua desa, yaitu Rangda dan Desa Umpang yang masih belum teraliri listrik. Kecamatan Kotawaringin Lama satu desa, yakni Desa Lalang.
Kemudian, Kecamatan Kumai empat desa, yaitu Desa Sungai Cabang, Desa Teluk Pulai, Desa Sekonyer, dan Desa Bedaun. Terbanyak di Kecamatan Arut Utara dengan delapan desa, yaitu Nanga Mua, Kerabu, Sambi, Penyombaan, Pandau, Riam, Panahan, dan Sungai Dau.
Bupati Kotawaringin Barat Nurhidayah mengatakan, kendala yang dihadapi Pemkab dalam pemenuhan kebutuhan listrik bagi masyarakat adalah jarak dan medan alam yang berbeda antara satu desa dengan desa lainnya.
Pemkab Kobar melakukan kajian bersama dengan PT PLN pusat di Muara Karang, gedung utama kantor pusat PLN. ”Alhamdulillah, PLN menyanggupi menyediakan listrik untuk desa di Kobar yang sudah dimasukkan dalam Roadmap Listrik masuk desa tahun 2021-2023," tutur Nurhidayah.
Selain itu, melalui program CSR PLN juga disepakati menyediakan penerangan dalam kota, seperti di Bundaran Kecubung, Pangkalan Lima, dan gerbang selamat datang Kabupaten Kotawaringin Barat.
”Untuk kelancaran itu semua, pemerintah daerah berkomitmen bersama masyarakat membantu melancarkan program dengan PT PLN wilayah Kalselteng dalam hal pembebasan lahan untuk gardu induk, ROW SUTT 150 Kva," katanya. (ang/tyo/sla/ign)