SAMPIT – Delapan mantan anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) di Kota Sampit mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Sampit. Mereka memiliki peran masing-masing dalam aksi pengeroyokan terhadap seorang pemuda asal Desa Luwuk Ranggan, Kecamatan Cempaga.
Hal itu terungkap dalam persidangan yang dipimpim majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit yang diketuai Darminto Hutasoit. Delapan penganiaya korban, yakni A Mustofa alias Agus, M Taufikhul Ibat, M Edi Sutikno alias Didit, M Sopiyan alias Mat, Firman Ardo Wigati, M Kristyan Wibowo alias Bowo, Alfirian Gunawan alias Iwan, M Nur Kartiko alias Tiko.
Dari pengakuan mereka, Agus memukul pipi korban sebanyak sekali, Ibat memukul wajah dan menendang, Sutikno memukul wajah korban dua kali. Kemudian, Sopiyan menginjak punggung korban dua kali, Firman menendang dan memukul pipi korban, Bowo menjambak rambut dan menendang dengan lutut, Iwan memukul tiga kali, dan Tiko memukul korban tiga kali. Akumulasi pukulan yang membabi buta itu membuat korban nyaris babak belur.
Terdakwa mengungkapkan, mereka melakukan aksi itu karena korban mengaku sebagai anggota PSHT. Padahal, korban tidak pernah tercatat sebagai warga PSHT pusat Madiun tersebut. Penganiayaan itu selain diakui terdakwa, juga dibenarkan saat mereka saling bersaksi dalam perkara tersebut.
Mereka melakukan penganiayaan sebanyak dua kali pada Minggu 9 Januari 2020, sekitar pukul 01.30 WIB di sebuah rumah kosong dan lapangan latihan PSHT Jalan H Ikap Sampit. Kejadian itu sempat viral lantaran aksi pengeroyokan direkam dan disebarkan melalui media sosial. (ang/ign)