SAMPIT- Kepengurusan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) ternyata terjadi dualism. Kepengurusan itu mengacu pada dualisme di tingkat pusat, ada yang berpusat di Madiun (Jawa Timur) dan ada yang di Jakarta.
Kepala Kesbangpol Kotim melalui Kabid Politik dan Kemasyarakatan Kaston Simanjuntak mengatakan, kepengurusan di Kotim ada dua, dengan masing-masing ketua, yakni Susanto dan Hardi. Dua kepengurusan PSHT itu telah menyerahkan SK ke Pemkab Kotim.
Kaston menegaskan, dalam aturan tidak diperbolehkan ada organisasi yang sama dengan dua kepengurusan yang berbeda dalam satu wilayah. ”Kami sudah merekomendasikan mereka agar bersatu. Selain itu, kami akan panggil mereka nantinya," tegas Kaston.
Menurut Kaston, SK PSHT kepengurusan Susanto diserahkan sekitar setahun lalu, sementara SK kepengurusan PSHT dengan Ketua Hardi, diserahkan Februari 2020. Mereka mengantongi SK dari Kemenkumham dan berdomisili di Kotim, sedangkan kepengurusan Susanto, Kemenkumham memberikan SK kepada kepengurusan di Madiun dan kepengurusan Madiun mengeluarkan SK.
Terpisah, Kepengursan PSHT versi Hardi keberatan dengan ulah PSHT kelompok Susanto, karena mereka juga terkena getahnya. Herdi berharap mereka tidak ikut dikorbankan dalam persoalan PSHT yang diketuai Susanto.
Dia menegaskan, pihaknya merupakan pengurus PSHT dari kubu pengurus pusat yang diketuai HM Taufik, Parapatan Luhur (Parluh) tahun 2016. Sementara kubu Susanto Parluh 2017 atau pecahan kubu Taufik. Dia mengakui kepengurusan di Kotim memang terjadi dualisme.
”Kami berharap keputusan yang diambil tidak merugikan kami. Saya yakin masyarakat Kotim bisa menilai dan memahami, kalau kebenaran itu akan tetap benar. Begitu juga keburukan," ucapnya.
Dia juga mengatakan, tindakan penganiayaan yang dilakukan delapan orang anggota perguruan itu bukan ajaran PSHT. PSHT selalu mengajarkan etika kepada persaudaraannya. ”Apa yang dilakukan oknum itu bukan buah dari ajaran PSHT. Ajaran PSHT penuh kasih sayang,” tegasnya.
Terpisah, PSHT yang diketuai Susanto mengaku salah atas tindakan oknum anggotanya dan menyatakan mereka tidak pernah mengajarkan tindakan semacam itu. ”Saya mohon maaf kepada keluarga korban, masyarakat Kotim, Kalteng, dan Indonesia atas permasalahan ini," tandasnya. (ang/ign)